Pengetian evaluasi , penilaian, pengukuran
BAB
II
PEMBAHASAN
1. A. Pengetian
evaluasi , penilaian, pengukuran
Secara harfiah, kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris yakni evaluation; dalam bahasa Arab berarti al-taqdîr (التقدير); dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah
value; dalam bahasa Arab berarti al-qîmah (القيمة);
dalam bahasa Indonesia berarti nilai.[1]
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat
keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program.
Padaan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif ( 1989), berarti:
proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai
dengan criteria yang telah ditetapkan.[2]
Ada beberapa istilah yang sering disalah artikan dan disalah
gunakan dalam praktek evaluasi yaitu tes, pengukuran , penilaian, dan evaluasi.
Mengenai istilah pengukuran, ahmann dang lock dalam S. Hamid
hasan ( 1989) menjelaskan bahwa pengukuran adalah suatu proses atau
kegiatan untuk menetukan kualitas sesuatu. Kata sesuatu perlu digaris bawahi
yaitu: bisa peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar dan sebagainya.
Istilah mengenai penilaian adalah alihan bahasa dari istilah
assessment, bukan dari istilah evaluation. Debdikbud ( 1994) mengemukakan bahwa
penilaian adalah suatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara
kesinambungan dan menyeluruh tentang prosesdan hasil yang telah dicapai
siswa. Kata menyeluruh mengandung arti bahwa penilaian tidak hanya
ditunjukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi
menyangkup aspek pengetahuan , ketrampilan, sikap dan nilai- nilai. .
1. B. DASAR
EVALUASI
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam
evaluasi yaitu : Tes, pengukuran dan penilaian. (
test, measurement, and assessment) Tes merupakan salah
satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang terhadap stimulus atau
pertanyan ( Djemari mardapi, 2008: 67). Tes merupakan salah satu alat untuk
melakukan pengukuran , yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karasteristik
suatu obyek.obyek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap minat, ataupun
motivasi. Respon peserta tes terhadap jumlah pertanyaan menggambarkan kemapuan
dalam bidang tertentu. Jadi tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai proses penetapan angka
terhadap individu atau karasteristiknya menurut aturan tertentu( ebel &
frisbie, 1986:14) dari berbagia pendapat tentang pengukuran ini dapat
disimpulkan bahwa esensi pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka
tentang karasteristik atau keadaan individu menurut aturan – aturan
tertentu.keadaan individu ini bisa berupakemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor.
Penilaian ( assessment) memiliki makna yang
berbeda dengan evaluasi the taks on assasment and testing ( TGAT)
Mendiskipsikan assessment sebagai semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk
kerja atau kelompok. Mendefenesikan assesent dalam konteks pendidikan sebagai
sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa bewrkenaan dengan
berbagai kepentingan pendidikan.[3] Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa assessment itu
dalah sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan criteria
maupun aturan –aturan tertentu. Untuk maksud dan istilah evaluasi telah
dipaparkan pada awal pembahasan.
1. C. TUJUAN
EVALUASI
Dalam setiap kegiatan evaluasi, langkah
pertama yang harus diperhatikan adalah tujuan evaluasi. Penentuan tujuan
evaluasi sangat bergantung pada jenis evaluasi yang digunakan. Tujuan evaluasi
ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Jika tujuan evaluasi masih
bersifat umum, maka tujuan tersebut perlu diperinci menjadi tujuan khusus,
sehingga dapat menuntun guru dalam menyusul soal atau mengembangkan instrument
evaluasi lainnya.[4]
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk
mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik menyangkut
tentang tujuan, materi metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem
penilaian itu sendiri. Tujuan lain dari evaluasi adalah untuk menentukan
kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti.[5] Tujuan
khusus evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan jenis evaluasi pembelajaran itu
sendiri, seperti evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring,
evaluasi dampak, evaluasi efisiensi-ekonomis, dan evaluasi program
komprehensif.[6]
Dalam bimbingan, tujuan evaluasi adalah untuk
memperoleh informasi secara menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik,
sehingga dapat diberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya.[7]yang
mana informasi tersebut bersifat akurat dan objektif tentang suatu program.[8]
1. D. FUNGSI
EVALUASI
Menurut Scriven ( 1967) fungsi evaluasi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi
formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi
diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebgaian besar bagian kurikulum
yang sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi sumatif dihubungkan dengan
penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara keseluruhan, dan fungsi ini
baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan suatu kurikulum,telah dianggap
selesai.[9]
Fungsi evaluasi memang cukup luas bergantung
dari sudut mana kita melihatnya. Bila kita lihat secara menyeluruh,
fungsi evaluasi adala sebagai berikut:[10]
1. Secara psikologis, fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui
prestasi belajar peserta didik.
2. Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah
peserta didik sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat.
3. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru
dalam menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam usaha memperbaiki
proses pembelajarannya.
4. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik
dalam kelompok, apakah dia termasuk anak yang pandai, sedanga atau kurang
pandai.
5. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik
dalam menempuh program pendidikannya.[11]
6. Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan
seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan, maupun
kenaikan kelas.
7. Secara administrative, evaluasi berfungsi untuk memberikan
laporan tentang kemajuan peserta didik kepada orang tua, pejabat pemerintah
yang berwenang, kepala sekolah, guru-guru, dan peserta didik itu sendiri.
8. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kemaajuan dan perkembangna
serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar
selama jangka waktu tertentu.[12]
9. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
pengajaran.[13]
Sementara itu Stanley dan Oemar Hamalik ( 1989
) mengemukakan secara spesifik tentang fungsi tes dalam pembelajaran yang
dikategorikan ke dalam tiga fungsi yang saling berinterelasi, yakni “ fungsi
instruksional, fungsi administrative, dan fungsi bimbingan.[14]
1. Fungsi instruksional
1) Proses konstruksi suatu tes
merangsang para guru untuk menjelaskan dan merumuskan kembali tujuan-tujuan pembelajaran
( kompetensi dasar ) yang bermakna.
2) Suatu tes akan memberikan umpan
balik kepada guru. Umpan balik yang bersumber dari hasil tes akan membantu guru
untuk memberikan bimbingan pembelajaran yang lebih bermakna bagi peserta
didiknya.
3) Tes-tes yang dikonstruksi
secara cermat dapat memotivasi peserta didik melakukan kegiatan belajar.
4) Ulangan
adalah alat yang bermakna dalam rangkan penguasaan atau pemantapan belajar.[15]
2. Fungsi administrative
1) Tes merupakan suatu mekanisme
untuk mengontrol kualitas suatu sekolah atau suatu sistem sekolah.
2) Tes berguna untuk mengevaluasi
program dan melakukan penelitian.
3) Tes dapat meningkatkan kualitas
hasil seleksi.
4) Tes berguna sebagai alat untuk
melakukan akreditasi, penguasaan, dan sertifikasi.
3. Fungsi bimbingan
Tes sangat penting untuk mendiagnosis bakat-bakat khusus, dan
kemampuan (ability) peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka fungsi evaluasi pembelajaran adalah:
Pertama, untuk perbaikan pengembangan sistem pembelajaran. Kedua, untuk
akreditasi. Dalam UU No. 20/2003 Bab 1 pasal 1 ayat 22 dijelaskan bahwa”
akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.[16]
1. E. ACUAN
EVALUASI
Di dalam setiap kegiatan belajar mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil
penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada
lembaga pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan skala 0 smapi 100 dan
ada pula yang menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Di
perguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf, yaitu A,B,C,D dan F atau TL.
Nilai –nilai huruf itu akan ditransfer ke dalam nilai angka dengan bobot
masing-masing sebagai berikut: A=4, B=3, C=2, D=1, dan F ( atau TL) =0.[17]
Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan dengan
mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal adanya dua
patokan yang umum dipakai dalam penelitian itu, yakni “ penilaian acuan
patokan” ( criterion-referenced evaluation ) dan ‘ penilaian acuan norma (
norm-referenced evaluation ).[18]
1) PAN (Penilaian Acuan Norma)
1. Pengertian
PAN (Norm
Referenced Evaluation) dikenal pula dengan sebutan “Standar Relatif” atau norma
kelompok. Pendekatan ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa dengan
membanding-kannya dengan hasil tes siswa lain dalam
kelompoknya. Alat pembanding itu ditentukan berdasarkan skor yang
diperoleh siswa dalam satu kelompok. Ini berarti bahwa standar kelulusan baru
dapat ditentukan setelah diperoleh skor siswa. Hal ini mengisyaratkan kepada
kita bahwa standar yang dibuat untuk kelompok tertentu tidak dapat digunakan
untuk kelompok lainnya. Begitu pula dengan standar yang digunakan untuk hasil tes
sebelumnya tidak dapat digunakan untuk hasil tes sekarang atau yang akan
datang. Jadi setiap kali kita memperoleh data hasil tes, kita dituntut untuk
membuat norma baru. Jika dibandingkan antara norma yang satu dengan yang
lainnya mungkin saja akan ditemukan standar yang sangat berbeda. Jika kelompok
tertentu kebetulan siswanya pintar-pintar, maka norma/standar kelulusannya akan
tinggi. Sebaliknya jika siswanya kurang pintar, maka standar kelulusannya pun
akan rendah. Itulah sebabnya pendekatan ini disebut standar relatif.[19]
Ada beberapa pendapat lain tentang pengertian Penilaian Acuan
Norma, yaitu:
a. Acuan norma merupakan elemen pilihan yang
memberikan daftar dokumen normatif yang diacu dalam standar sehingga acuan
tersebut tidak terpisahkan dalam penerapan standar. Data dokumen normatif yang
diacu dalam standar yang sangat diperlukan dalam penerapan standar.
b. Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi
nilai dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal
sebagai penilaian acuan norma (PAN).
c. PAN adalah Nilai sekelompok peserta didik (siswa)
dalam suatu proses pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok
itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu.
d. Penilaian Acuan Norma (PAN)
yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya.
Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas / kelompok dipakai
sebagai dasar penilaian.[20]
1. b. Ciri-ciri PAN (Penilaian Acuan Norma)
a. Penilaian Acuan Normatif
digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap kemampuan
peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita
ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain
sebagainya.
b. Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang
bersifat “relative”. Artinya, selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi
dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
c. Nilai hasil dari Penilaian Acuan
Normatif tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa tentang
materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk kedudukan peserta didik
(peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
d. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk
menggunakan rentangan tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai
dari yang sangat istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
e. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang
menggambarkan penguasaan kelompok.
Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan
bahwa Penilaian Acuan Norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada
norma kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan
nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu. [21]
c. Pedoman Konversi PAN
Konversi didasarkan pada Mean dan Standar Deviasi
(SD) yang dihitung dari hasil tes yang diperoleh. Oleh karena itu untuk
membuat standar penilaian atau pedoman konversi, terlebih dahulu
kita harus menghitung Mean dan SD-nya. Jika dihubung-kan dengan skala
penilaian, maka pedoman konversi untuk PAN dapat mempergunakan berbagai skala,
misalnya skala lima, sembilan, sepuluh, dan seratus.
d. Keunggulan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti
tersaji di bawah ini:
1. Hasil PAN dapat membuat guru bersikap
positif dalam memperlakukan siswa sebagai individu yang unik.
2. Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik
tentang kedudukan siswa dalam kelompoknya.
3. PAN dapat digunakan untuk
menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.[22]
e. Contoh PAN
Suatu kelompok peserta didik (siswa) terdiri
dari 9 orang mendapat skor (nilai mentah):,50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30. Dari
skor mentah ini dapat dibaca bahwa perolehan tertinggi adalah 50 dan perolehan
terendah adalah 30. Dengan demikian nilai tertinggi diberikan terhadap skor
tertinggi, misalnya 10. Secara proporsional skor di atas dapat diberi nilai 10,
9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Cara lain ialah dengan menghitung persentase jawaban
benar yang dijawab oleh setiap siswa. Kemudian kepada siswa yang memperoleh
persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi. Jika skor (nilai mentah) di
atas didapat dari 60 butir pertanyaan atau skor maksimalnya 60. Perhatikan
tabel di bawah ini !
Menghitung Nilai dari Skor (Nilai Mentah)
Nilai mentah
|
50
|
45
|
45
|
40
|
40
|
40
|
35
|
35
|
30
|
Persentase
jawaban
yang benar
|
83,3
|
75,0
|
75,0
|
66,7
|
66,7
|
66,7
|
58,5
|
58,5
|
50,0
|
Nilai
(1-10)
|
10
|
9
|
9
|
8
|
8
|
8
|
7
|
7
|
6
|
Untuk mengubah persentase menjadi nilai (1-10) dengan cara bahwa
persentase tertinggi diberi nilai 10, ini berarti bahwa 83,3% dihargai 10, maka
75,0% harganya adalah (75,0%/83,3%) x 10 = 9,0.
Dapat juga dicari faktor pengali terlebih
dahulu, yaitu: 83,3% adalah 10 atau (83,3/100) x n = 10 atau n = 12. Jadi
faktor pengalinya adalah 12, sehingga 66,7% pada nilai (1-10) adalah 66,7% x 12
= 7,9 atau 8.[23]
2). PAP (Penilaian Acuan Patokan)
1. a. Pengertian
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut
juga criterion evaluation merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang
berbeda. Dalam pengukuran ini siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan
siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan patokan tegantung pada
penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item
pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional.[24]
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa
yang telah dan belum dikuasainya. Bimbingan individual untuk meningkatkan
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk
memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap
peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP. Melalui PAP berkembang
upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes
awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal
merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa
yang dilakukan oleh peserta didik. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa
yang telah dicapai peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari
suatu keseluruhan program. Jadi, penilaian acuan patokan meneliti apa
yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, bukan membandingkan seorang peserta
didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan
yang spesifik.[25]
Pembelajaran yang menuntut pencapaian
kompetensi tertentu sebagaimana diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini,
PAP merupakan cara pandang yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya
penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak
dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal. PAP ini menggunakan
prinsip belajar tuntas (mastery learning).
1. b. Penetapan
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP
dilakukan dengan membandingkan nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan
patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang
dipergunakan untuk menetapkan besar-nya patokan itu sendiri hingga
kini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu selama ini setiap lembaga/sekolah
biasanya bersepakat untuk membuat patokan yang akan diberlakukan di tempat
masing-masing.[26]
Penafsiran dengan menggunakan pendekatan PAP menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mencari skor ideal, yaitu skor
yang mungkin dicapai oleh peserta didik, jika semua soal dapat dijawab dengan
betul.
2) Mencari rata-rata ( X ) ideal
dengan rumus
S ideal = ½ x X ideal.
3). Mencari simpangan baku ( s )
ideal dengan rumus.
S ideal
= ½ x X ideal
4). Menyusun
pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan.[27]
Contoh gambaran dalam menetapkan presentase ketercapaian dalam penilain
berdasarkan acuan patokan adalah sebagai berikut:[28]
Taraf
penguasaan
|
Angka
kualitas
|
Nilai
huruf
|
kualifikasi
|
91-100
%
|
4
|
A
|
memuaskan
|
81-90%
|
3
|
B
|
Baik
|
71-80%
|
2
|
C
|
Cukup
|
61-70%
|
1
|
D
|
Kurang
|
<
60%
|
0
|
E
|
Gagal
|
1. c. Keunggulan PAP
1) Hasil PAP merupakan umpan balik
yang dapat digunakan guru sebagai introspeksi tentang program pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
2) Hasil PAP dapat membantu guru dalam
pengambilan keputusan tentang perlu atau tidaknya penyajian ulang topik/materi
tertentu.
3) Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang
pelak-sanaan program remidi.
d. Contoh PAP
Pada cara ini hanya mereka yang telah menguasai paling sedikit
sekian persen soal-soal yang ditanyakan, siswa yang dianggap menguasai materi
yang ditanyakan itu. Batas kelulusan itu misalnya dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan sebanyak 75%. Bila hendak dikonversi terhadap nilai A, B,
C, D atau E, dapat menggunakan pedoman berikut:
Konversi Angka terhadap Nilai
Angka
|
Nilai (Huruf)
|
95 – 100
87 – 94
75 – 86
60 – 74
<>
|
A
B
C
D
E (Gagal)
|
Pengelompokan nilai-nilai mentah kedalam
huruf-huruf tersebut tanpa adanya alasan ilmiah, hanya rasional saja.[29]
e. Penilaian Acuan Norma ( PAN )
Dalam penilaian acuan norma, maka angka ( skor
) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya
dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelompok/kelas. Peserta
didik dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui
kedudukan relative seorang peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya.
Tujuan penilaian acuan norma adalah untuk membedakan peserta didik atas
kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang terendah sampai dengan
tertinggi.[30]
Langkah-langkah pengolahan data dengan pendekatan PAN adalah
sebagai berikut:
1) Mencari skor mentah.
2) Menghitung rata-rata ( X )
aktual dengan rumus
ᵡ=
Keterangan :
Md : Mean duga
f :
Frekuensi
d : deviasi
fd : Frekuensi kali deviasi
n : jumlah sampel.
i: interval
3). Menghitung simpangan baku ( s )
aktual dengan rumus:
4). Menyusun pedoman konversi.[31]
3). PERSAMAAN DAN
PERBEDAAN PAN DAN PAP
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai
beberapa persamaan sebagai berikut:
a. Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan
adanya tujuan evaluasi spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan.
Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional
khusus
b. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan
sebagai subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur
mempresentasikan populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan
keputusan.
c. Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan
tenyang siswa, kedua pengukuran sama-sama nenerlukan item-item yang disusun
dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrument.
d. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik
perilaku yang akan diukur.
e. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes
subjektif, tes karangan, tes penampilan atau keterampilan
f. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan
reliabilitasnya.
g. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk
maksud yang berbeda.
Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:
1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar
perilaku khusus dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan
patokan biasanya mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan
banyak butir tes untuk setiap perilaku.
2. Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di
antara peserta tes dari segi tingkat pencapaian belajar secara relatif.
Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan tentang apa perilaku yang dapat
dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes
yang mempunyai tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu
mudah dan terlalu sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes
yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat
kesulitannya.
4. Penilaian acuan norma digunakan
terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan digunakan terutama untuk
penguasaan.[32]
4). Peneilaian Acuan Kriteria ( Criterion-
Referenced Assessment )
Penilaian dengan pendekatan PAK ( Penilaian
Acuan Kriteria ) Menurut tardif et al ( 1989: 95) merupakan proses pengukuran
prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan
berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik ( well- defined domain behaviours) sebagai
patokan absolute. Oleh karena itu, dalam mengimplementasika pendekatan
PAK diperlukan adanya criteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran
umum dan khusus. Artinya, Nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan
perbandingan dengan niat yang telah dicapai oleh rekan- rekan sekelompoknya
melainkan ditentukan oleh penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang
sesuai dengan tujuan instruksional.
Pendekatan
penilaian seperti diatas biasanya ditetapkan dalam system belajar tuntas
(mastery learning). Dalam system belajar tuntas, seorang
siswa baru dapat dinyataka lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia
telah menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal
80.
Sebagai contoh
, apabila pelajaran agama dikelas 1 SLTP misalnya harus dikuasai secara tuntas
antara lain siswa harus terampil mempraktekan shalat lengkap dengan penguasaan
atasn arti bacaan dan doanya, lalu penguasaanya ditentukan minimal 80%,
maka nilai 75 sekali pun, belum dapat dinyatakan lulus/ berhasil meskipun nilai
ini tertinggi diantara nilai teman- temannya yang rata- rata mungkin hanya 70
atau kurang.[33]
BAB
III
Kesimpulan.
§ Secara harfiah, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni
evaluation; dalam bahasa Arab berarti al-taqdîr (التقدير); dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah
value; dalam bahasa Arab berarti al-qîmah (القيمة);
dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Evaluasi artinya penilaian terhadap
tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah
program.
§ Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi
yaitu : Tes, pengukuran dan penilaian. (
test, measurement, and assessment)
§ Tujuan evaluasi diantaranya adalah Tujuan evaluasi pembelajaran
adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik
menyangkut tentang tujuan, materi metode, media, sumber belajar, lingkungan
maupun sistem penilaian itu sendiri.
§ Fungsi evaluasi menurut Scriven fungsi evaluasi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif
dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan
untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebgaian besar bagian kurikulum yang
sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi sumatif dihubungkan dengan penyimpulan
mengenai kebaikan dari sistem secara keseluruhan, dan fungsi ini baru dapat
dilaksanakan apabila pengembangan suatu kurikulum,telah dianggap selesai
§ Acuan evaluasi pembelajaran ada 3yaitu PAN ( Penilaian acua
norma), PAK ( Penilaian nilai keriteria) PAP ( Penilaian acuan patokan ).
DAFTAR
PUSTAKA
.Junaedi, dan Baihaqi, Evaluasi Pembelajaran MI, Surabaya: LPM Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabay, 2009.
Arifin, Zainal, Evaluasi
Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Atwi Suparman, Desain Instruksional,(
Jakarta: PAU ,1997), 23.
http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-pan-
-acuan-patokan-pap/
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. ( Jakarta: PT Raja Grafido
Persada 2009).
Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran ,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.
Putro, Eko, Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon
Pendidik, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011.
[1] Anas
Sudijono, Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Edisi 7. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 1.
[2]. Muhibbin Syah, Psikologi
Belajar. ( Jakarta: PT Raja Grafido Persada 2009). 197.
[3]. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program
Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),1-3
[4] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 13.
[5] Ibid., 6.
[6] Ibid.,
[7] Ibid.
[8] Eko
Putro Widoyoko, Evaluasi Program
Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 6.
[9] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),16.
[10] Ibid.
[11] Ibid., 17.
[12] Ngalim
Purwanto, Prinsip-prinsip
dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 5.
[13] Ibid.
[14] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),18.
[15] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),19.
[16] Ibid.
[17] Ngalim
Purwanto, Prinsip-prinsip
dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 75.
[18] Ibid.
[19] Sukardi.
E, dan Maramis. W. F, Penilaian
Keberhasilan Belajar,(Jakarta: Erlangga,1986), 34.
[20] Ibid., 35.
[21] Bistok
Sirait, Menyusun
Tes Hasil Belajar, (Semarang: Press,1985), 45.
[22] Ibid., 52.
[23] http://diwarman64.blogspot.com .
[24] Atwi
Suparman, Desain
Instruksional,( Jakarta: PAU ,1997), 23.
[25] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),235.
[26] Bistok
Sirait, Menyusun
Tes Hasil Belajar, (Semarang: Press,1985), 48.
[27] Ibid., 236.
[28] Junaedi,
dan Baihaqi, Evaluasi
Pembelajaran MI, ( Surabaya: LPM Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel
Surabay, 2009), 213.
[29] http://diwarman64.blogspot.com .
[30] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, 240.
[31] Zaenal
Arifin, Evaluasi
Pembelajaran, 241.
[32] http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-pan-dan-penilaian-acuan-patokan-pap/
[33]. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. ( Jakarta: PT Raja Grafido
Persada 2009). 2020-2021.
0 komentar:
Posting Komentar
Akan bijak bila memberi komentar bukan spam