PENGERTIAN MANAJEMEN KEUANGAN
Kata “manajemen” (management) mempunyai beberapa arti, tergantung pada konteksnya. Dalam bahasa Inggris, management berasal dari kata kerja to manage yang dalam bahasa Indonesia dapat berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, mengelola, menjalankan melaksanakan dan memimpin[1]. Ada banyak pengertian manajemen yang telah dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya adalah, Silalahi mengartikan “manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengisian staf, pemimpinan, dan pengontrolan untuk optimasi penggunaan sumber-sumber dan pelaksanaan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasional secara efektif dan efisien”.[2]
Dari beberapa pendapat mengenai manajemen yang di kemukakan para ahli, dapat di ambil pengertian bahwa manajemen merupakan suatu usaha mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan dan memberdayakan semua sumber daya, baik manusia maupun sumber daya lainnya. Manajemen adalah seni. Seni dalam mengorganisasi sesuatu untuk mewujudkan seuatu tujuan tertentu.
Institusi, organisasi, lembaga atau bahkan diri manusia, dan termasuk juga sekolah membutuhkan adanya manajemen. Dalam modul yang ditulis oleh Abdul Choliq, dikatakan bahwa manajemen merupakan kekuatan utama dalam organisasi apapun. Manajemen digunakan sebagai rujukan untuk mengatur atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan subsistem dan menghubungkannya dengan lingkungan organisasi, khususnya dalam pembinaan para anggotanya. Manajemen makin berkembang seiring dengan semakin kompleksnya tatanan kehidupan baik dalam organisasi pemerintah maupun lembaga-lembaga swasta karena tuntutan perkembangan zaman, manusia terus berupaya untuk mendapatkan alat pemecahan yang tepat guna, terpadu dan komprehensif. Demikian pula agar organisasi menjadi maju diperlukan manajemen yang baik untuk menata segala bidang yang ada di dalam organisasi yang bersangkutan, pembinaan terhadap anggota organisasi sebagai sumber daya manusia, bidang sarana dan prasarana, bidang administrasi dan termasuk juga bidang keuangan.[3]
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.
Beberapa kegiatan manajemen keuangan yaitu memperoleh dan menetapkan sumber-sumber pendanaan, pemanfaatan dana, pelaporan, pemeriksaan dan pertanggungjawaban.
Adapun tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memperoleh, dan mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Di sinilah peran seorang manager sekolah atau Kepala Sekolah untuk mengelola keuangan dengan sebaik mungkin dengan memperdayakan sumber daya manusia yang ada di lingkungan sekolah.
Melalui kegiatan manajemen keuangan maka kebutuhan pendanaan kegiatan sekolah dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya, dibukukan secara transparan, dan digunakan untuk membiayai pelaksanaan program sekolah secara efektif dan efisien. Untuk itu tujuan manajemen keuangan adalah[4]:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan sekolah
2. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan sekolah.
3. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran sekolah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan kreativitas kepala sekolah dalam menggali sumber-sumber dana, menempatkan bendaharawan yang menguasai dalam pembukuan dan pertanggung-jawaban keuangan serta memanfaatkannya secara benar sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
C. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No 20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Disamping itu prinsip efektivitas juga perlu mendapat penekanan. Berikut ini dibahas masing-masing prinsip tersebut, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.[5] Berikut ini adalah penjabarannya:
1. Transparansi
Transparan berarti adanya keterbukaan. Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidangmanajemen keuangan yang transparan berarti adanya keterbukaan dalam manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bisa memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan dukungan orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Disamping itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah, masyarakat, orang tua siswa dan warga sekolah melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
Beberapa informasi keuangan yang bebas diketahui oleh semua warga sekolah dan orang tua siswa misalnya rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS) bisa ditempel di papan pengumuman di ruang guru atau di depan ruang tata usaha sehingga bagi siapa saja yang membutuhkan informasi itu dapat dengan mudah mendapatkannya. Orang tua siswa bisa mengetahui berapa jumlah uang yang diterima sekolah dari orang tua siswa dan digunakan untuk apa saja uang itu. Perolehan informasi ini menambah kepercayaan orang tua siswa terhadap sekolah.
2. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performansinya dalam menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang menjadi tanggung jawabnya. Akuntabilitas di dalam manajemen keuangan berarti penggunaan uang sekolah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku maka pihak sekolah membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah. Ada tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu (1) adanyatransparansi para penyelenggara sekolah dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai komponen dalam mengelola sekolah , (2) adanya standar kinerja di setiap institusi yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, (3) adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat
3. Efektivitas
Efektif seringkali diartikan sebagai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas lebih menekankan pada kualitatif outcomes. Manajemen keuangan dikatakan memenuhi prinsip efektivitas kalau kegiatan yang dilakukan dapat mengatur keuangan untuk membiayai aktivitas dalam rangka mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4. Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara masukan (input) dan keluaran (out put) atau antara daya dan hasil. Daya yang dimaksud meliputi tenaga, pikiran, waktu, biaya. Perbandingan tersebut dapat dilihat dari dua hal:
a. Dilihat dari segi penggunaan waktu, tenaga dan biaya:
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau penggunaan waktu, tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat mencapai hasil yang ditetapkan.
b. Dilihat dari segi hasil
Kegiatan dapat dikatakan efisien kalau dengan penggunaan waktu, tenaga dan biaya tertentu memberikan hasil sebanyak-banyaknya baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi memungkinkan terselenggaranya pelayanan terhadap masyarakat secara memuaskan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
C. Rencana Anggaran dan Sumber Dana Sekolah
Anggaran belanja adalah suatu pernyataan yang terurai tentang sumber-sumber keuangan yang perlu untuk melaksanakan berbagai program sekolah selama periode satu tahun fiskal. Proses pembuatan anggaran pendidikan melibatkan penentuan pengeluaran maupun pendapatan yang bertalian dengan keseluruhan operasi sekolah.[6]
a. Jenis Kegiatan
a) Kegiatan operasi, yaitu kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat atau tanpa alat yang berkaitan dengan proses belajar mengajar baik dalam maupu di luar kelas.
b) Kegiatan Perawatan, yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana yang ada di sekolah agar sarana prasaran tersebut dapat berfungsi dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar.
b. Sumber Dana
Sumber dana untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah, yaitu:
a) Dari pemerintah berupa:
a) Dari pemerintah berupa:
- Anggaran Rutin (DIK)
- Anggaran Operasional, pembangunan dan perawatan (OPF)
- Dana Penunjang Pendidikan (DPP)
b) Dari orang tua siswa, adalah dana yang dikumpulkan dari pengurus BP3/ komite sekolah dari orang tua siswa.
c) Dari masyarakat, misalnya: sumbangan perusahaan industri, lembaga sosial donatur, tokoh masyarakat, alumni, dsb.
c. 3) Penyususnan Rencana Operasional (RENOP)
Dalam penyususnan RENOP sebaiknya menempuh kebijakan berimbang, dan pelaksanaan operasional di sekolah membentuk team work yang terdiri dari para wakil kepala sekolah dibantu para wakil kepala sekolah dibantu beberapa guru senior. Atas dasar hasil kerja team tersebut baru dibahas dalam forum rapat dewan guru dan nara sumber lain yang dianggap perlu, sehingga akan bertanggung jawab terhadap keberhasilan rencana tersebut.
Untuk memformat program kerja tersebut, langkah-langkah yang dilakukan :
a) Menginventarisir kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang
a) Menginventarisir kegiatan sekolah pada tahun ajaran mendatang
b) Menyusun list kegiatan menurut sekolah prioritas
c) Menentukan sasaran atau volume
d) Menentukan unit cost dengan membandingkan unit cost atau penjajakan ke jalan
e) Menghimpun data pendukung :
e) Menghimpun data pendukung :
• Data sekolah ( murid, guru, pegawai, pesuruh, jam mengajar, praktik laboratorium)
• Data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
f) Membuat kertas kerja dan laporan
• Data fisik ( gedung, ruang kepsek, ruang guru, ruang laboratorium, WC, dan lain-lain)
f) Membuat kertas kerja dan laporan
g) Menentukan sumber dana dan pembenaan anggaran
h) Menuangkan dalam format baku untuk usulan RENOP
i) Proses usulan atau pengiriman
Sementara itu, menurut Consortium on Renewing Education[7] Sekolah (lembaga pendidikan) mempunyai lima bentuk modal yang perlu dikelola untuk keberhasilannya yaitu:
1. Integrative capital (modal integrative)
2. Human capital (modal manusia)
3. Financial capital (modal keuangan)
4. Social capital (modal social)
5. Political capital (modal politik)
Modal integratif adalah modal yang berkaitan dengan pengintegrasian empat modal lainnya untuk dapat dimanfaatkan bagi pencapaian program/tujuan pendidikan.Modal manusia adalah sumberdaya manusia yang kemampuan untuk menggunakan pengetahuan bagi kepentingan proses pendidikan/pembelajaran. Modal keuangan adalah dana yang diperlukan untuk menjalankan dan memperbaiki proses pendidikan. Modal sosial adalah ikatan kepercayaan dan kebiasaan yang menggambarkan sekolah sebagai komunitas. Modal politik adalah dasar otoritas legal yang dimiliki untuk melakukan proses pendidikan/pembelajaran.
D. PROBLEMATIKA MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH
Manajemen keuangan sekolah tidak luput dari berbagai masalah. Di antara masalah-masalah tersebut adalah, penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa didik, pelaporan keuangan yang penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna, dan lain sebagainya. Dari masalah-masalah yang telah disebutkan akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut:
a. Penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi)
Korupsi memang sudah menjamur di mana-mana, baik instansi swasta maupun negeri, termasuk juga di sekolah. Korupsi adalah tindakan memperkaya diri dengan berbagai cara yang melanggar aturan hukum.
Korupsi di sekolah sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi yang seringkali terjerat dalam kasus korupsi biasanya adalah kepala sekolah dan bendahara. Kepala sekolah sebagai manajer memiliki keleluasaan dalam mengendalikan uang. Kebijakan-kebijakan yang di keluarkan kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan dalam Rencana Anggaran Belanja Sekolah.
Hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) sepanjang tahun 2007 hingga 2010 membuktikan bahwa korupsi di ranah sekolah ternyata sangat menggiriskan. Menurut Ade Irawan, Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, masalahnya terletak pada hubungan antara sekolah dengan dinas pendidikan. Otonomi sekolah yang diwujudkan melalui program Manajemen Berbasis Sekolah tidak benar-benar membuat sekolah otonom.[8]
Sayangnya korupsi di tingkat sekolah seringkali dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Sebab, konon jumlahnya tergolong kecil sedangkan para aparat sedang berupaya menjaring para koruptor kakap. Memang sudah kacau balau negeri ini. jika koruptor-koruptor kelas teri dibiarkan, maka sama saja dia sedang dibiaran untuk berlatih korupsi. Dan bagaimana jika dianalogikan, sepuluh teri sama dengan satu kakap. Dan bukankah biasanya, korupsi di sekolah sangat merugikan negeri ini dalam jangka panjang, karena sekolah sebagai pencetak generasi penerus bangsa.
b. Membebankan pembiayaan kepada siswa didik
Anggaran dari pemerintah sebesar 20% teranya masih sangat kurang. Buktinya, hampir semua sekolah mengadakan pungutan kepada siswa. Jumlah pungutannya beragam, ada yang ringan, ada pula yang luar biasa besar.
Pungutan-pungutan tersebut terkadang dibuat oleh pihak sekolah dan pengurus komite. Biasanya, pengurus komita sudah kong kali kong dengan pengurus sekolah, dan kemudian dipasrahi agar bagaimana semua wali siswa menyetujui anggaran yang sudah direncanakan ketika diadakan rapat yang mengundang semua wali siswa. Perlu dicatat, biasanya pengurus komite mendapatkan honor bulanan dari sekolah, dan anehnya, honor kerap membuat para pengurus komite menjadi kehilangan daya kritisnya.
Semestinya, pengurus komite bisa bersikap kritis, sehingga dana yang dibebankan kepada siswa bisa diperingan dengan cara menghilangkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperlukan, dan memangkas pengeluaran-pengeluaran yang gendut.
Tapi banyak juga sekolah yang menarik pungutan tanpa terlebih dulu mengadakan rapat dengan wali siswa. Begitu saja besarnya pungutan ditetapkan, dan jika tidak setuju boleh untuk keluar. Sekolah dengan aturan menjijikan seperti itu biasanya adalah sekolah yang dicap sebagai sekolah unggulan, berperestasi, atau bahkan dengan embel-embel sekolah rintisan berstandar internasional (RSBI). Rintisan semestinya menjadi contoh yang baik, salah satunya adalah dengan memberikan biaya murah, tetapi ternyata tidak.
Padahal, sebagaimana dikemukakan Musni Umar, mantan ketua komita SMA 70 dalam gugatannya kepada mahkamah konstitusi. Di RSBI SMA 70 paling tidak terdapat lima penerimaan uang. Pertama, melalui rekening Komite SMA 70 di Bank Mandiri untuk pembayaran SPDB dan RSB. Kedua, menerima langsung uang dari orang tua atau siswa di loket sekolah, baik pembayaran SPDB maupun RSB. Ketiga, penerimaan dan pengeluaran kelas internasional. Keempat, penerimaan dan pengeluaran kelas CB. Kelima, penerimaan dan pengeluaran dari pemerintah, seperti bantuan operasional pendidikan dan pembayaran listrik, telp, dan sebagianya.[9] Kurang apa lagi?
Dengan otonomi yang lebih besar memang sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Namun, kemandirian sekolah harus didukung dengan kemandirian dalam menggali sumber daya keuangan dan mengelolanya secara mandiri.[10]
Sumber keuangan semestinya tidak melulu merengek minta sama wali siswa, tetapi bisa diusahakan dengan jalan lain, semisal membuat koperasi sekolah, atau usaha mandiri lainnya.
- Pelaporan keuangan yang penuh manipulasi
Laporan keuangan mestinya dibuat secara tranparan dan akuntabel. Tetapi terkadang laporan keuangan sekolah dibuat dengan kecurangan yang sadar. Sebagian kalangan beranggapan, bahwa mencurangi untuk kebaikan adalah baik, alias halal. Maka mereka menganggap sah-sah saja membuat laporan palsu, yang penting uang tersebut digunakan untuk kepentingan bersama, demi kebaikan bersama, dan untuk dimakan bersama. Jika demikian adanya, maka, apa gunanya peraturan dibuat? Bukankah peraturan dibuat untuk ditaati bukan untuk disiasati.
Banyak alasan kenapa muncul laporan-laporan keuangan palsu, kuitansi palsu, tanda tangan palsu, stempel palsu. Yang jelas, yang palus-palsu tersebut tentu tidak dibenarkan, tidak seperti gigi palsu.
Ada sebuah anggapan bahwa pungutan yang dilakukan oleh sekolah melalui komite sekolah kepada wali murid atau calon wali murid bukan uang Negara sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam rekening Negara atau APBD sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Tentu saja hal ini bertentangan dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 huruf (i). Intinya “keuangan Negara adalah kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah”.
Sekolah bersama komite sekolah (sebagai fihak lain) memperoleh dana masyarakat yang dipungut dari wali murid melalui berbagai cara dengan menggunakan fasilitas Negara atau difasilitasi oleh pemerintah/sekolah negeri. Dana sedemikian semestinya menjadi bagian dari keuangan Negara yang pengelolaannya harus mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.
- Pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna
Bukankah sekolah sudah menyurun rencana anggaran belanja setiap tahun? Rencana tersebut bukan sekadar rencana, tetapi untuk diaplikasikan. Kalau toh kemudian muncul anggaran yang tidak terduga, itu wajah, tetapi biasanya yang tidak terduga itu tidak banyak. Oleh karena itu, pengeluaran anggaran belanja semestinya tetap berpegang pada rencana yang telah dibuat.
Dalam rencana anggaran terkadang masih bersifat umum. Misal, anggaran untuk membeli buku. Tidak disebutkan buku apa secara pasti. Tetapi manager sekolah harus arif dalam membelanjakan buku yang memang benar-benar dibutuhkan, bukan kemudian belanja buku apa saja asalkan diskonnya besar dan kemudian diskon tersebut masuk kantong sendiri.
E. KESIMPULAN
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajamen sekolah yang akan turut menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangandilakukan melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan atau pengendalian.
Adapun tujuan dari manajemen keuangan adalah untuk memperoleh, dan mencari peluang sumber-sumber pendanaan bagi kegiatan sekolah, agar bisa menggunakan dana secara efektif dan tidak melanggar aturan, dan membuat laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
Ada beberapa prinsip manajemen keuangan sekolah, yaitu transparansi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi. Prinsip-prinsip manajemen tersebut ternyata tidak diterapkan di semua sekolah. Ada beberapa masalah dalam manajemen keuangan sekolah antara lain: penyalahgunaan keuangan untuk memperkaya diri (korupsi), membebankan pembiayaan kepada siswa didik, pelaporan keuangan yang penuh manipulasi, pembelanjaan keuangan yang tidak tepat guna, dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut harus mendapatkan perhatian, khsususnya dari pemerintah dan komite sekolah, sehingga tidak menghambat dan merugikan banyak pihak.
Daftar Rujukan
Abdul Choliq. Modul Kuliah Pasca Sarjana. 2011, tidak diterbitkan.
Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi Kepala Sekolah/Madrasah. 2007. Departemen Pendidikan Nasional.
Kadarman, A.M. dan Udaya, Jusuf. 1992. Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. 2003. Grasindo: Jakarta.
Murphy, J. and Louis, K.S., (1999), Handbook of Research on Educational Administration, 2ndEdn, San Fransisc: Jossey-Bass Publisher
Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. 2002. Cet. Kedua, Mandar Maju: Bandung.
John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. 2005. PT. Gramedia: Jakarta.
Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d528dc2163d1/model-korupsi-di-sekolah-semakin-canggih. diunduh 23 Desember 2012.
Musni Umar,http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_Perkara%20No.5.PUU.X.2012,%20tgl %2015%20MEI%202012.pdf, diunduh 23 Desember 2012
[1] John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia. 2005. PT. Gramedia: Jakarta, hlm. 372
[2] Silalahi, Ulbert, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. 2002. Cet. Kedua, Mandar Maju: Bandung, hlm. 4.
[3] Abdul Choliq. Modul Kuliah Pasca Sarjana. 2011, tidak diterbitkan.
[4] Kadarman, A.M. dan Udaya, Jusuf. 1992. Pengantar Ilmu Manajemen: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 18
[5] Direktorat Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Materi Pembinaan Profesi Kepala Sekolah/Madrasah. 2007. Departemen Pendidikan Nasional., hlm. 9-17
[6] Keppres No. 24 Tahun 1995 Tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Keuangan
[7] Murphy, J. and Louis, K.S., (1999), Handbook of Research on Educational Administration, 2nd Edn, San Fransisc: Jossey-Bass Publisher. Hlm. 515
[8] Disarikan dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d528dc2163d1/model-korupsi-di-sekolah-semakin-canggih. diunduh 23 Desember 2012.
[9] Musni Umar,http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_Perkara%20No.5.PUU.X.2012,%20tgl%2015%20MEI%202012.pdf, diunduh 23 Desember 2012
[10] Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi. 2003. Grasindo: Jakarta,. hlm 9-10.
0 komentar:
Posting Komentar
Akan bijak bila memberi komentar bukan spam