BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata. Daya tarik Bali yang paling kuat terdapat pada keindahan alamnya, adat istiadatnya, keramah tamahan penduduknya, dan mayoritas penduduk Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, pemerintah provinsi Bali menitik beratkan pembangunan perekonomiannya pada sektor pariwisata. Salah satu sarana penunjang utama pariwisata adalah hotel.
Laju pertumbuhan pariwisata yang semakin meningkat diiringi dengan semakin berkembangnya industri perhotelan mengakibatkan meningkatnya persaingan antara pengusaha hotel. Hal ini mendorong pihak manajemen hotel untuk mempersiapkan strategi-strategi terbaik agar dapat bersaing dan menjadi yang terbaik di antara para pesaingnya. Perusahaan perlu mengukur kinerja bisnis mereka untuk mengetahui seberapa jauh efektivitas penerapan strategi tersebut. Pengelola hotel perlu mengetahui apakah strategi-strategi yang telah ditempuh telah berjalan dengan efektif, efisien, ekonomis dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan dari hotel yang dikelola.
Untuk mencapai tujuan perusahaan, sangat diperlukan strategi yang tepat. Perencanaan strategi merupakan informasi mengenai kinerja perusahaan pada periode-periode sebelumnya. Informasi keuangan dan nonkeuangan merupakan informasi umpan balik yang mengungkapkan kualitas implementasi strategi.
Selama ini hotel hanya menitik beratkan pada aspek finansial saja sedangkan aspek nonfinansial kurang diperhatikan karena dianggap tidak mempunyai pengaruh yang besar. Sehingga kesuksesan diukur hanya dari keuntungan yang diperoleh.
Balanced scorecard (BSC) dapat dijadikan pilihan yang tepat untuk menilai secara lebih objektif tingkat kinerja hotel. BSC dapat diterapkan pada perusahaan
manufaktur, perusahaan dagang, perusahaan jasa dan organisasi sektor publik. BSC sebagai suatu sisitem pengukuran kinerja perusahaan yang memadukan secara komprehensif ukuran dari aspek keuangan maupun non keuangan, digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka pendek maupun jangka panjang, baik yang bersifat intern maupun ekstern perusahaan (Mulyadi, 2002:1). Menurut
Syafrizal (2004:55), aplikasi BSC dimulai dari akarnya yaitu pembelajaran dan pertumbuhan yang memberikan kontribusi pada proses bisnis internal, sehingga pelanggan menjadi puas dan pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang tercermin dalam performasi keuangan.
Untuk pengukuran kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup 4 (empat) perspektif, yaitu: perspektif keuangan (financial perspective) memberi gambaran mengenai sasaran keuangan, perspektif pelanggan (customer perspective) memberikan gambaran segmen pasar, perspektif proses bisnis internal (internal business perspective) memberikan gambaran untuk mencapai tujuan perusahaan, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective) (Mulyadi, 2009:5). Tujuan dan ukuran BSC dapat terwujud dengan dukungan dan kerja sama pihak perusahaan dengan selalu mengadakan evaluasi terhadap perusahaan itu sendiri baik di bidang pelayanan maupun fasilitas yang disediakan, menjamin dan menjaga hubungan keselarasan antara karyawan dan melaksanakan pekerjaan karena mereka merupakan salah satu faktor intern yang penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort terletak di tepi sungai Ayung, tepatnya di desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort ini sejak didirikan sekitar tahun 1999 mempunyai bangunan berupa 42 villa dan empat buah restaurant serta fasilitas-fasilitas lainnya. The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort memiliki pemandangan yang sangat bagus ke sebuah lembah yang disebut lembah Batu Kurung seluas dua hektar yang memberikan suatu pemandangan khas yang bernuansa tropis yang alami. Pemandangan yang sulit dicari di daerah asal wisatawan.
Selama ini Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort melakukan pengukuran kinerja lebih berfokus pada kinerja keuangan. The Royal
Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort perlu menyeimbangkan penilaian kinerja yang bersifat keuangan maupun nonkeuangan. Dari penilaian keuangan saja dirasa tidaklah cukup, karena Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa, tentunya pelanggan sangat penting karena tanpa pelanggan perusahaan tidak akan ada. Kunci keberhasilan untuk meraih keberhasilan jangka panjang adalah pelayanan
yang berkualitas pada pelanggan sehingga pelanggan puas. Perspektif proses bisnis internal merupakan proses kerja/pelayanan pada pelanggan. Semakin baik/singkat prosesnya, maka pelanggan akan puas dan ini berarti kinerja perusahaan baik. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada kemampuan sumber daya manusia, dalam hal ini karyawan. Karyawan perlu dipertimbangkan dalam pengukuran kinerja karena karyawan terlibat langsung dalam penyediaan jasa sebagai aktivitas utama perusahaan, yaitu melayani dan memuaskan pelanggan. Oleh sebab itu, penulis ingin mengkaji tentang analisis balance scorecard pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diuraikan beberapa masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut: Bagaimana analisis penerapan Balances Scorecard yang diterapkan pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort jika dilihat dari perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal, serta perspektif pelajaran dan pertumbuhan?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu mengevaluasi kinerja Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort.
1.3.2. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman mengenai tolak ukur kinerja perusahaan dengan menggunakan empat perspektif balanced scorecard.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Balance Scorecard
Balanced Scorecard (BSC) adalah Pengukuran kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan empat perspektif (yang saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
2.2 Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
2.2.1 Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2.2.2 Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
perspektif pelanggan, yaitu:
1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
2.2.3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayanan purna jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
2.2.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.
2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
A. Sejarah Singkat The Hotel Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort terletak di tepi sungai Ayung, tepatnya di Desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Resort ini sejak didirikan sekitar tahun 1999 mempunyai bangunan berupa 42 villa dan empat buah restaurant serta fasilitas-fasilitas lainnya. The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort memiliki pemandangan yang sangat bagus ke sebuah lembah yang disebut lembah Batu Kurung seluas dua hektar yang memberikan suatu pemandangan khas yang bernuansa tropis yang alami. Pemandangan yang sulit dicari di daerah asal wisatawan. Pada awal operasinya sekitar bulan Desember 2005, The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort mempekerjakan 380 tenaga kerja. Guna lebih meningkatkan pelayanan kepada para tamu yang menginap maka hotel ini juga dilengkapi dengan sarana Wellness and Healing Center dan sebuah Organic Restaurant. Dengan fasilitas Wellness and Healing Center. Sampai saat sekarang ini jasa yang diberikan oleh Resort kepada para konsumennya adalah sarana akomondasi, restaurant, laundry, wellness and healing serta transportasi. Dengan fasilitas yang sudah dimiliki, diharapkan mampu untuk bersaing dalam usaha perhotelan di daerah wisata Ubud. Mengingat di daerah Ubud dan sekitarnya banyak dibangun hotel-hotel yang berada di dekat sungai, dimana kondisinya hampir sama dengan lingkungan di sekitar The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort.
B. Aktivitas Usaha Perusahaan
The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort sebagai tempat akomodasi bagi para wisatawan menyediakan berbagai fasilitas-fasilitas untuk memuaskan para tamu sebagai berikut:
1. Penjualan Room
The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort memiliki 42 villa terdiri dari:
10 buah
|
Healingvilla
|
30 buah
|
Pool Villa
|
1 buah
|
Royal Villa
|
1 buah
|
Royal House
|
Fasilitas yang dimiliki masing-masing villa adalah angkul-angkul, kebun,
kolam renang dengan ukuran 4m x 12m dengan bentuk yang sangat artistik.
2. Penjualan Food & Beverages
The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort juga memiliki fasilitas restaurant dan bar untuk menunjang aktivitas usaha yaitu:
1) Dewata Lounge yang merupakan restaurant utama di resort ini yang buka 16 jam. Restaurant ini melayani breakfast. lunch, dinner dengan menu Eropa dan Indonesia.
2) Ayung Valley Restaurant adalah restaurant yang terletak di lantai dua gedung utama tepatnya dibawah Dewata Lounge, dibuka untuk breakfast, lunch, dinner.
3) Teras Bali adalah restaurant yang terletak di lantai satu juga dibuka untuk breakfast, lunch, dinner dengan menu khusus masakan Bali.
4) Ayung Organic Restaurant adalah restaurant dengan khusus menu organik, dengan bahan-bahan yang didatangkan langsung dari kebun organik yang tanpa menggunakan pupuk kimia dan dimasak tanpa menggunakan bumbu tradisional. Letaknya dikawasan Wellness and Healing Center di tepi sungai Ayung.
3. Aktivitas Minor
Aktivitas minor dimaksud adalah aktivitas-aktivitas pelengkap sebuah resort seperti:
1) Wellness and Healing adalah fasilitas untuk perawatan tubuh supaya menjadi seger dengan terapi pemijatan dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional berupa rempah-rempah. Juga tersedia bale yoga untuk menunjang kegiatan tersebut.
2) Telephone, Telex, Fax
Pihak hotel menyedikan telepon untuk keperluan wisatawan yang ingin menggunakan jasa telepon jarak jauh, demikian pula telex dan fax. Bebannya dikenakan pada rekening tamu untuk dilunasi pada saat checkout.
3) Fasilitas-fasilitas lainnya
Fasilitas lainnya yang terdapat di The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort adalah laundry and dry cleaning, shop dan taxi counter.
3.2. Analisis Balanced Scorecard pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
1. Responden penelitian
Responden pada penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bagian reception, bagian ini diipilih untuk menilai kinerja dari perspektif proses bisnis internal yang menggunakan tolak ukur berupa waktu penyelesaian proses check in dan check out. Data yang didapat berupa data yang diperlukan untuk menyelesaikan proses check in dan check out (dalam satuan menit) pada hotel tersebut. Receptionist terdiri dari 4 (empat) orang yang di bagi kedalam 2 (dua) shift. Penelitian dilakukan pada tanggal 3-5 Juni 2011 karena pada saat itu merupakan peak season.
2. Tamu hotel periode 2009 dan 2010 dipilih karena menilai kinerja dari perspektif pelanggan yang menggunakan tolak ukur berupa Skor Nyata Rata-rata dari lima dimensi kualitas jasa (bukti langsung, keandalan, jaminan, daya tangkap, empati).
3. Karyawan hotel dipilih untuk menilai kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang menggunakan tolak ukur berupa Indeks Kepuasan Karyawan (IKK).
2. Penilaian Kinerja
2.a Penilaian Kinerja Perspektif Keuangan
Kinerja keuangan yang dinilai adalah kinerja keuangan pada tahun 2009 dan 2010. Untuk menghitung seluruh rasio-rasio keuangan yang telah disebutkan di atas, diperlukan sumber data berupa laporan Hotel yang terdiri dari laporan laba rugi komparatif serta neraca komparatif untuk periode yang berakhir 31 Desember 2009 dan 2010.Teknik analisis yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort adalah:
1. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menganalisis seberapa jauh sebuah perusahaan mampu bertahan hidup (Riyanto, 2001).
1. Current ratio
Rasio ini menunjukkan posisi kas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban/hutang lancar.
Current Ratio =
Current Ratio tahun 2009 = = 1,01
Current Ratio tahun 2010 = = 1,64
Pada tahun 2009, setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp1,01 aktiva lancar. Pada tahun 2010 setiap Rp.1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp 1,64 aktiva lancar. Ini berarti kemampuan perusahaan untuk melunasi setiap hutang lancar dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki menunjukkan peningkatan sebesar Rp 0,63 atau sebesar 63%.
2. Quick ratio
Untuk menganalisis quick ratio tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Quick Ratio =
Quick Ratio tahun 2009 = = 0,81
Quick Ratio tahun 2010 = = 1,46
Pada tahun 2009, setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp0,81 kas dan piutang. Pada tahun 2010 setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp1,46 kas dan piutang. Ini berarti kemampuan perusahaan untuk melunasi setiap Rp1 hutang lancar dengan menggunakan kas dan piutang yang dimiliki menunjukkan peningkatan sebesar Rp0,65 atau sebesar 65%
3. Cash ratio
Untuk menganalisis cash ratio tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Cash Ratio =
Cash Ratio tahun 2009 = = 0,34
Cash Ratio tahun 2010 = = 0,86
Pada tahun 2009, setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp0,34 kas. Pada tahun 2010, setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp0,86 kas. Ini berarti kemampuan perusahaan untuk melunasi setiap Rp1 hutang lancar dengan mengguankan aktiva lancar yang dimiliki menunjukkan peningkatan sebesar Rp0,52 atau sebesar 52%.
2. Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan baik hubungannya dengan penjualan, aktiva maupun modal sendiri (Riyanto, 2001).
1. Return on Investment (ROI)
Untuk menganalisis ROI tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
ROI =
ROI tahun 2009 = = 0,02
ROI tahun 2010 = = 0,04
Pada tahun 2009, untuk setiap Rp1 aktiva yang dimiliki oleh perusahaan menghasilkan laba bersih sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 aktiva yang dimiliki menghasilkan laba bersih sebesar Rp0,04 atau sebesar 4%. Ini berarti terjadi peningkatan laba bersih untuk setiap Rp1 aktiva yang dimiliki perusahaan yaitu sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%.
2. Return on Equity (ROE)
Untuk menganalisis ROE tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
ROE =
ROE tahun 2009 = = 0,04
ROE tahun 2010= = 0,06
Pada tahun 2009, setiap Rp1 modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan menghasilkan laba bersih sebesar Rp0,04 atau sebesar 4%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 modal sendiri yang dimiliki menghasilkan keuntungan sebesar Rp0.06 atau sebesar 6%. Ini berarti terjadi peningkatan laba bersih untuk setiap Rp1 modal sendiri yang dimiliki perusahaan yaitu sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%.
3. Operating Income
Untuk menganalisis ROE tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Operating income ratio =
Operating income ratio tahun 2009 = = 0,02
Operating income ratio tahun 2010= = 0,03
Pada tahun 2009, setiap Rp1 penjualan neto menghasilkan laba operasi sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 penjualan neto menghasilkan laba operasi sebesar Rp0,03 atau sebesar 3%. Ini berarti peningkatan laba operasi untuk setiap Rp1 penjualan neto sebesar Rp0,01 atau sebesar 1%.
4. Cost of Goods to Net Sales Ratio
Untuk menganalisis Cost of Good to Net Sales Ratio tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Cost of Goods to Net Sales Ratio =
Cost of Goods to Net Sales Ratio = = 0,45
Tahun 2009
Cost of Goods to Net Sales Ratio = = 0,44
Tahun 2010
Pada tahun 2009, setiap Rp1 penjualan neto mengandung harga pokok penjualan (HPP) Rp0,45 atau sebesar 45%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 penjualan neto mengandung HPP Rp0,44 atau sebesar 44%. Ini berarti Cost of Goods Sold to Net Sales Ratio dalam kurun waktu 2009 dan 2010 turun sebesar 1%.
5. Operating ratio
Untuk menganalisis operating ratio tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Operating ratio =
Operating ratio tahun 2009 = = 0,98
Operating ratio tahun 2010 = = 0,97
Pada tahun 2009, untuk setiap Rp1 penjualan neto mengandung HPP dan biaya operasi sebesar Rp0,98 atau sebesar 98%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 penjualana neto mengandung HPP dan biaya operasi sebesar Rp0,97 atau sebesar 97%. Ini berarti terjadi penurunan operating ratio sebesar 1%.
3. Rasio pertumbuhan
Rasio pertumbuhan adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui perkembangan suatu komponen laporan dari periode ke periode (Riyanto, 2001).
1. Tingkat pertumbuhan pendapatan
X 100 %
x 100 % = 59,95 %
Hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa total pendapatan dalam kurun waktu 2009 dan 2010 menunjukkan pertumbuhan sebesar 59,95%.
2. Tingkat pertumbuhan total harga pokok dan biaya
100%
x 100% = 57,39 %
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2009 dan 2010, total harga pokok penjualan menunjukkan peningkatan sebesar 57,39%.
3. Tingkat pertumbuhan laba bersih
X 100 %
X 100 % = 119,55%
Rasio Keuangan Hotel Tahun 2009 dan 2010 (dalam persen)
No
|
Tolak Ukur Keuangan
|
Periode (tahun)
|
Kenaikan (Penurunan)
| |
2009
|
2010
| |||
1
|
Rasio Likuiditas
a. 1. Current Ratio
b. 2. Quick Ratio
c. 3. Cash Ratio
|
101,00%
81,00%
34,00%
|
164,00%
146%
86%
|
63%
65%
52%
|
2
|
Rasio Profitabilitas
1. ROI
2. ROE
3. Operating Income Ratio
4. Cost of Goods Sold to Net Sales Ratio
5. Operating Ratio
|
2,00%
4,00%
2,00%
45,00%
98,00%
|
4,00%
6,00%
3,00%
44,00%
97,00%
|
2,00%
2,00%
1,00%
(1,00%)
(1,00%)
|
3
|
Rasio Pertumbuhan
1. Tingkat pertumbuhan total pendapatan
2. Tingkat pertumbuhan total harga pokok dan biaya
3. Tingkat pertumbuhan laba bersih
|
59,95%
57,39%
119,55%
|
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja keuangan Hotel menunjukkan peningkatan. Dengan membandingkan rasio rasio keuangan untuk kurun waktu tahun 2009 dan 2010, dapat diketahui bahwa kinerja Hotel ditinjau dari perspektif keuangan menunjukkan peningkatan yang berarti kinerja Hotel ditinjau dari perspektif keuangan adalah baik.
2.b Penilaian Kinerja Perspektif Pelanggan
Penilaian Kinerja perspektif pelanggan pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort mengukur kepuasan tamu atau pelanggan yang menikmati jasa di hotel atas pelayanan yang diberikan.Teknik analisis yang digunakan untuk menilai kinerja perspektif pelanggan adalah Skor Nyata Rata-rata kelima dimensi kualitas jasa untuk menentukan kepuasan pelanggan.
No
|
Dimensi
|
Skor Nyata Rata-Rata
|
1
|
Bukti Langsung
|
92,55%
|
2
|
Keandalan
|
93,25%
|
3
|
Daya Tanggap
|
91,33%
|
4
|
Jaminan
|
95,25%
|
5
|
Empati
|
94,00%
|
Rata-Rata
|
93,28%
|
Dari tabel diatas diperoleh hasil bahwa Skor Nyata Rata-rata untuk dimensi bukti langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati masing-masing adalah 92,55%, 93,25%, 91,33%, 95,25%,92,00%. Skor Nyata Rata-rata untuk seluruh dimensi berada pada rentang nilai 60%≤Skor Nyata Rata-rata≤100%. Ini berarti para pelanggan merasa puas dengan kualitas pelayanan yang disediakan Hotel. Skor Nyata Rata-rata secara menyeluruh untuk kelima dimensi kualitas jasa adalah 93,28% yang berarti Skor Nyata Rata-rata secara menyeluruh berada pada interval 60%≤Skor Nyata Rata-rata≤100%. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa para pelanggan puas dengan kualitas pelayanan yang disediakan oleh Hotel dan kinerja dari perspektif pelanggan adalah baik.
2.c Penilaian Kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal
Teknik analisis yang digunakan dalam menilai kinerja dari perspektif proses bisnis internal adalah dengan menggunakan Service Cycle Efficiency (SCE) dan hanya dibatasi pada pengukuran efektivitas waktu proses, dalam hal ini waktu dalam penyelesaian proses check in dan check out. SCE adalah perbandingan antara waktu yang berkaitan dengan value added activity dalam transaksi check in atau check out dengan waktu total untuk memproses transaksi check in atau check out (waktu yang berkaitan dengan value added activity dan non value added activity).
Waktu bernilai tambah adalah waktu standar pemrosesan check in maupun check out. Throungput time terdiri dari pengisian formulir registrasi, pemrosesan voucher, pemberian passport, dan input data untuk proses check in sedangkan untuk proses check out terdiri dari pengecekan tagihan ke masing-masing outlet, mengecek tagihan (bill), menerima pembayaran.
Data tamu yang memesan kamar melalui travel agent seharusnya telah diproses oleh pihak Hotel. Pengisian formulir registrasi seharusnya tidak
diperlukan karena data-data yang diperlukan telah tersedia pada voucher dari tamu yang bersangkutan. Waktu rata-rata penyelesaian proses check in yaitu 3-5 Juni 2011 sehingga dapat dihitung:
SCE = = 0,61
Sehingga dapat disimpulkan bahwa SCE untuk proses check in belum mencapai 1 dan hanya sebesar 0,61. Ini berarti ada 39% aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity).
Hotel sudah menerapkan system online untuk memproses tagihan tamu.
Jika sistem ini difungsikan sebagaimana mestin ya, maka pengecekan tagihan ke masing-masing outlet tidak perlu lagi dan dalam hal ini berarti aktivitas tersebut bisa digolongkan menjadi aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity). Waktu rata-rata penyelesaian check
out yaitu 3-5 Juni 2011 sehingga dapat dihitung:
SCE = = 0,64
Sehingga dapat dilihat bahwa SCE untuk proses check out belum mencapai 1 dan hanya sebesar 0,64. Ini berarti ada 36% aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity). Hasil perhitungan SCE dalam hal ini waktu rata-rata check in dan check out di Hotel, menunjukkan kinerja Hotel masih perlu ditingkatkan karena SCE untuk proses check in maupun check out masih kurang dari 1. Ini berarti masih ada non value added activity. Jadi kinerja Hotel dilihat dari perspektif proses bisnis internal masih perlu ditingkatkan.
2.d Penilaian kinerja Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Teknik analisis yang digunakan untuk menilai kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah dengan menggunakan Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) berdasarkan lima unsur yang menentukan kepuasan kerja yaitu unsur kerjaa secara mental, ganjaran, kondisi kerja, rekan kerja, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Tingkat atau derajat kepentingan factor atau unsur penentu kepuasan karyawan.
No
|
Dimensi
|
Bobot
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88 %
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
5
|
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
|
20,00%
|
Total
|
100%
|
Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor atau penentuan kepuasan kerja yang mendapat bobot yang paling tinggi adalah ganjaran yaitu dengan bobot 20,40%. Ini berarti ganjaran merupakan faktor atau unsur yang terpenting dalam membentuk kepuasan kerja, sedangkan faktor atau unsur kondisi kerja mendapatkan bobot yang paling rendah yaitu sebesar 19,78%. Hal ini berarti faktor atau unsur kondisi kerja kurang menentukan dalam membentuk kepuasan kerja dibandingkan dengan keempat faktor lainnya.
Perhitungan Indeks Kepuasan Karyawan Berdasarkan Penilaian
Responden
No
|
Dimensi
|
bobot
|
Skor kinerja rata-rata
|
Skor harapan rata-rata
|
selisih
|
Bobot x selisih
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88%
|
3,97
|
5,00
|
-1,03
|
-0,20
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
4,08
|
5,00
|
-0,92
|
-0,19
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
4,06
|
5,00
|
-0,94
|
-0,18
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
4,10
|
5,00
|
-0,90
|
-0,17
|
5
|
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
|
20,00%
|
4,01
|
5,00
|
-0,99
|
-0,19
|
Rata-rata menyeluruh
|
20,00%
|
4,04
|
5,00
|
-0,96
|
-0,19
|
Perhitungan Indeks Kepuasan Karyawan Tertinggi yang Mungkin
Dicapai
No
|
Dimensi
|
Bobot
|
Skor kinerja rata-rata
|
Skor harapan rata-rata
|
selisih
|
Bobot x selisih
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
5
|
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
|
20,00%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
Rata-rata menyeluruh
|
20,00%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
Perhitungan Indeks Kepuasan Karyawan Terendah yang Mungkin
Dicapai
No
|
Dimensi
|
Bobot
|
Skor kinerja rata-rata
|
Skor harapan rata-rata
|
selisih
|
Bobot x selisih
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,79
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,81
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
5
|
Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan
|
20,00%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
Rata-rata menyeluruh
|
20,00%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
Perhitungan:
1. Menentukan IKK tertinggi dan IKK terendah yang mungkin dicapai:
a = IKK tertinggi yang mungkin dicapai = 0,00
b = IKK terendah yang mungkin dicapai = -0,80
2. Menentukan daerah nilai
Daerah nilai (r) = a – b = 0,00 – (-0,80) = 0,80
3. Menentukan interval nilai
Interval nilai (c) = = = 0,16
4. Menentukan rentang nilai masing-masing kriteria penilain
b + 4c ≤ IKK ≤ a → -0,16 ≤ IKK ≤ 0,00 berarti karyawan sangat puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah sangat baik)
b + 3c ≤ IKK ≤ b + 4c → -0,32 ≤ IKK ≤ -0,16 berarti karyawan puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah baik)
b + 2c ≤ IKK ≤ b + 3c → -0,48 ≤ IKK ≤ -0,32 berarti karyawan cukup puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan cukup baik)
b + c ≤ IKK ≤ b + 2c → -0,64 ≤ IKK ≤ -0,48 berarti karyawan tidak puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tidak baik)
b ≤ IKK ≤ b + c → -0,80 ≤ IKK ≤ -0,64 berarti karyawan sangat tidak puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sangat tidak baik)
a. IKK (Indeks Kepuasan Karyawan) untuk unsur kerja secara mental, ganjaran, kondisi kerja, rekan kerja dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan masing-masing adalah -0,20; -0,19; -0,18; -0,17; -0,19 berada di interval . -0,32 ≤ IKK ≤ -0,16. Ini berarti karyawan puas terhadap pekerjaan yang mereka lakukan ditinjau dari aspek kerja secara mental, ganjaran, kondisi kerja, rekan kerja serta kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
b. Rata-rata Indeks Kepuasan Karyawan dari kelima unsur pembentuk kepuasan kerja adalah -0,19 yang berada pada interval -0,32 ≤ IKK ≤ -0,16 yang berarti karyawan puas terhadap situasi dan kondisi kerja Hotel. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Hotel ditinjau dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah baik.
sumberhttp://muthiarizki21.blogspot.com/2013/03/contoh-makalah-balanced-scorecard.html
0 komentar:
Posting Komentar
Akan bijak bila memberi komentar bukan spam