PROBLEMATIKA PENDIDIKAN ISLAM
Kritik atau keluhan yang sering di lontarkan masyarakat dan pihak orag tua murid selama ini, pendidikan agama di sekolah umum dan perguruan tinggi, belum mampu mengantar peserta didik untuk dapat memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
Sebagai contoh yang sering dikemukakan, anak-anak beragama islam, yang sejak disekolah dasar telah memperoleh pedidikan agama setelah tamat ditingkat menengah banyak diantaranya yang belum mampu membaca kitab suci Al Qur’an dengan baik dan benar, apalagi menulis dan menerjemahkan isinya.
Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang diharapkan. Selain kelemahan dalam peguasaan materi (aspek kognitif ) juga dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.
Tingginya frekwensi perkelahian sesama pelajar di kota-kota besar, kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang memukul guru kalau ia tidak naik kelas, akrabnya sebagian anak muda dengan obat-obat perangsang dan terlarang seperti narkotika, ecstassy adanya pergaulan bebas dan “ngumpet sekamar” pelajar putra dan putri atau “kumpul kebo” dikalangan (segelintir) mahasiswa atau generasi muda, sering diangkat oleh sebagian anggota masyarakat dan orang tua sebagai indikasi ketidak berhasilan pendidikan agama disekolah dan perguruan tinggi.
Tingginya frekwensi perkelahian sesama pelajar di kota-kota besar, kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang memukul guru kalau ia tidak naik kelas, akrabnya sebagian anak muda dengan obat-obat perangsang dan terlarang seperti narkotika, ecstassy adanya pergaulan bebas dan “ngumpet sekamar” pelajar putra dan putri atau “kumpul kebo” dikalangan (segelintir) mahasiswa atau generasi muda, sering diangkat oleh sebagian anggota masyarakat dan orang tua sebagai indikasi ketidak berhasilan pendidikan agama disekolah dan perguruan tinggi.
A.Pengertian Pendidikan Islam
Dalam menjelaskan arti Pendidikan Islam akan banyak kita jumpai beberapa pandangan mengenai pengertian dari Pendidikan Islam itu sendiri. Burlian Somad.1981, mengatakan bahwa Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi mahluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Alloh dan isi pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu, yaitu ajaran Alloh. Secara terperinci beliau mengemukakan, pendidikan itu disebut Pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri khas yaitu :
1.Tujuannya membentuk individu menjadi bercorak tinggi menurut ukuran Al-Qur’an.
2. Isi Pendidikannya adalah ajaran Alloh yang tercantum dengan lengkap didalam Al-qur’an yang pelaksanaannya didalam praktek hidup sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
2. Isi Pendidikannya adalah ajaran Alloh yang tercantum dengan lengkap didalam Al-qur’an yang pelaksanaannya didalam praktek hidup sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan menurut Ahmad Marimba bahwa pendidikan Islam merupakan pendidikan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam yaitu suatu kepribadian muslim yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memiliki dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Sementara itu arti pendidikan Islam menurut hasil seminar pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7 s/d 11 Mei 1960 di Cipayung Bogor, adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
Dari beberapa uraian tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan Islam ialah usaha dalam pengubahan sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-ajaran agama Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
Note:
Terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya,yakni; Paedagogie dan Paedagogiek. Paedagogie artinya Pendidikan, sedangkan Paedagogiek artinya ilmu pendidikan. “Paedagogiek” sebelumnya berasal dari kata “Paedagogia” dan berasal dari kata “Paedagogos”. Paedagogos berasal dari kata Paedos (anak) dan Agoge (saya membimbing, memimpin).
Paedagogiek atau ilmu pendidikan ialah pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Sebelumnya paedagogiek berasal dari kata paedagogiayang berarti pergaulan dengan anak-anak. Paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Termasuk hingga dirumahnya anak-anak tersebut mendapatkan pengawasan dari parapaedagogos itu.
Dalam kredo Islam, tidak dibedakan antara Iman dan Amal Shaleh. Olehnya itu, pendidikan Islam sekaligus merupakan pendidikan Iman dan pendidikan Amal. Karena ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi dimasyarakat menuju kesejahteraan hidup perseorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat.
Karakteristik Pendidikan Islam
- Pendidikan Islam selalu mempertimbangkan dua sisi kehidupan duniawi dan ukhrawi dalam setiap langkah dan geraknya.
- Pendidikan Islam merujuk pada aturan-aturan yang sudah pasti.
- Pendidikan Islam bermisikan pembentukan akhlakul karimah.
- Pendidikan Islam diyakini sebagai tugas suci
- Pendidikan Islam bermotifkan ibadah.
B.Tujuan Pendidikan Islam.
Tujuan adalah suatu sasaran yang akan dicapai seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu kegiatan. Sedangkan tujuan pendidikan Islam yaitu suatu sasaran yang akan dicapai seseorang atau kelompok orang yang melakukan pendidikan Islam.
Sehubungan dengan hal itu, maka tujuan pendidikan Islam mempunyai makna yang sangat penting, keberhasilan dari suatu sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan, sasaran, serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan tanpa disertai dengan tujuan, menyebabkan sasarannya akan kabur, akibatnya program dan kegiatan tersebut akan acak-acakan.
Sehubungan dengan hal itu, maka tujuan pendidikan Islam mempunyai makna yang sangat penting, keberhasilan dari suatu sasaran yang diinginkan, arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan, sasaran, serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan tanpa disertai dengan tujuan, menyebabkan sasarannya akan kabur, akibatnya program dan kegiatan tersebut akan acak-acakan.
Prof.Dr.H.Athiyah al-Abrasy mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam, yakni: “Pendidikan dan Pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.
Adapun pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan manusia muslim yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan dan taqwa.
Tujuan Pendidikan Islam dapat dibedakan dengan melihat dua aspek, yakni Tujuan Teoritis dan Tujuan Proses. Tujuan teoritis terdiri dari berbagai tingkat, diantaranya:
- Tujuan Intermedier, yaitu tujuan yang merupakan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu.
- Tujuan Insidental, merupakan peristiwa tertentu yang tidak direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada tujuan intermedier.
- Tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi dari cita-cita ajaran Islam, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir dan bathin di dunia dan di akhirat.
Jika dilihat dari segi approuch, sistem instruksional dapat dibedakan menjadi beberapa tujuan, yakni:
- Tujuan Instruksional Khusus;
Diarahkan kepada setiap bidang studi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh anak didik.
- Tujuan Instruksional Umum;
Diarahkan kepada penguasaan atau pengamalan suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya sebagai suatu kebulatan.
3. Tujuan kurikuler;
yang ditetapkan untuk dicapai melalui garis-garis besar program pengajaran di setiap institusi (lembaga) pendidikan.
4. Tujuan Instruksional;
tujuan yang harus dicapai menurut program pendidikan disetiap sekolah atau lembaga pendidikan tertentu secara bulat seperti tujuan institusional SLTP/SMU atau SMK (tujuan terminal)
- Tujuan Umum;
cita-cita hidup yang ditetapkan untuk dicapai melalui proses kependidikan dengan berbagai cara atau sistem, baik sistem formal (sekolah), sistem nonformal (non-klasikal dan non-kurikuler) maupun sistem informal (yang tidak terikat oleh formalitas program waktu, ruang, dan materi).
C. Kelemahan dan Kendala Pendidikan Islam.
Menurut Sardjito Marwan (1996:66-74) dalam berbagai kesepatan diskusi, seminar, lokakarya, penataran dan lain-lain, telah sering dikemukakan kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum. Dari kalangan guru, keluhan yang sering dikemukakan adalah alokasi waktu yang kurang memadai dan isi kurikulum yang terlalu syarat. Di samping itu, sarana dan lingkungan sekolah sering tidak menunjang pelaksanaan pendidikan agama.
Juga dari pihak orang tua kurang memperlihatkan kerjasama. Mereka hanya menuntut anaknya menjadi orang yang berpengetahuan luas dan berakhlak mulia, taat melaksanakan agama, sementara mereka tidak mau memberi dukungan dan contoh. Bagaimana seorang anak menjadi manusia atau generasi berbudi pekerti luhur dan taat melaksanakan perintah agama seperti shalat, puasa, dan lain-lain kalau orang tuanya dirumah tidak pernah melakukan shalat dan puasa. Dalam kasus seperti ini, kiranya kurang adil kalau guru agama dituding sebagai kambing hitam.
Ini tidak berarti tidak ada kelemahan dipihak guru. Banyak kekurangan pihak guru agama. Diantara kekurangan mereka adalah keterbatasan kemampuan menguasai materi yang diajarkan. Dan kalau muncul issu-issu yang mempertentankan nilai-nilai dasar agama dengan penemuan-penemuan baru dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru-guru tidak mampu memberikan penjelasan yang memadai. Sebagian guru agama nampaknya tidak cukup mempunyai pengetahuan yang komprehensif untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.
Ini tidak berarti tidak ada kelemahan dipihak guru. Banyak kekurangan pihak guru agama. Diantara kekurangan mereka adalah keterbatasan kemampuan menguasai materi yang diajarkan. Dan kalau muncul issu-issu yang mempertentankan nilai-nilai dasar agama dengan penemuan-penemuan baru dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru-guru tidak mampu memberikan penjelasan yang memadai. Sebagian guru agama nampaknya tidak cukup mempunyai pengetahuan yang komprehensif untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut.
Kelemahan lain, pada umumnya guru-guru agama kurang mampu atau tidak dengan sungguh-sungguh untuk mengembangkan metodologi yang tepat untuk mata pelajaran pendidikan agama. Guru-guru agama disekolah dasar dari tamatan PGAN selain urang mendalami materi yang diajarkan, juga sering kali mengajar tanpa memperhatikan didaktik-metodik dan psikologi anak.
D. Beberapa Tantangan Dalam Pendidikan Islam
D. Beberapa Tantangan Dalam Pendidikan Islam
Kiranya perlu kita sadari pula bahwa merebaknya kenakalan remaja, perkehian antar pelajar terutama di kota-kota besar, munculnya “premanisme” dan berbagai bentuk kejahatan lainnya merupakan tantangan bagi para pendidik, tokoh masyarakat, guru agama, dan kita semua.
Tetapi kita juga ingin menegaskan bahwa dalam menghadapi kasus-kasus kejahatan tersebut guru-guru agama tidak dapat dipersalahkan begitu saja atau dijadikan “kambing hitam”. Guru Agama tidak dapat dipersalahkan secara pukul rata lantaran ada kejahatan, tidak berakhlak, brutal, alkoholis, berkelahi dan bersikap kurang ajar! Banyak factor lain yang lebih dominan dalam pembentukan perilaku dan watak mereka. Karenanya kita menolak kalau ada pihak yang menilai bahwa semakin “merebaknya“ kejahatan dan kenakalan remaja itu merupakan indicator kuat terhadap kegagalan pendidikan agama disekolah-sekolah. Tetapi meski demikian kita juga tidak boleh bersikap apatis sambil berkata: “apa yang terjadi, terjadilah!”
Tokoh-tokoh Islam, Ulama’ dan guru-guru agama kiranya tetap menaruh rasa prihatin dan perlu proaktif untu ikut menangulangi kejahatan dan kenakalan remaja dan premanisme tersebut. Perlu kita sadari juga, bahwa para preman, remaja dan pelajar yang suka berkelahi, anak-anak yang suka mabuk-mabukan, mereka yang melakukan kejahatan di kota-ko\ta besar, sebagian besar berasal dari keluarga muslim, baik dari kalangan yang berada maupun dari kalangan yang tidak punya. Tetapi sekali lagi, hal tersebut bukan indicator kegagalan atau merosotnya kualitas penghayatan dan pengamalan keagamaan umat islam Indonesia.
Tetapi kita juga ingin menegaskan bahwa dalam menghadapi kasus-kasus kejahatan tersebut guru-guru agama tidak dapat dipersalahkan begitu saja atau dijadikan “kambing hitam”. Guru Agama tidak dapat dipersalahkan secara pukul rata lantaran ada kejahatan, tidak berakhlak, brutal, alkoholis, berkelahi dan bersikap kurang ajar! Banyak factor lain yang lebih dominan dalam pembentukan perilaku dan watak mereka. Karenanya kita menolak kalau ada pihak yang menilai bahwa semakin “merebaknya“ kejahatan dan kenakalan remaja itu merupakan indicator kuat terhadap kegagalan pendidikan agama disekolah-sekolah. Tetapi meski demikian kita juga tidak boleh bersikap apatis sambil berkata: “apa yang terjadi, terjadilah!”
Tokoh-tokoh Islam, Ulama’ dan guru-guru agama kiranya tetap menaruh rasa prihatin dan perlu proaktif untu ikut menangulangi kejahatan dan kenakalan remaja dan premanisme tersebut. Perlu kita sadari juga, bahwa para preman, remaja dan pelajar yang suka berkelahi, anak-anak yang suka mabuk-mabukan, mereka yang melakukan kejahatan di kota-ko\ta besar, sebagian besar berasal dari keluarga muslim, baik dari kalangan yang berada maupun dari kalangan yang tidak punya. Tetapi sekali lagi, hal tersebut bukan indicator kegagalan atau merosotnya kualitas penghayatan dan pengamalan keagamaan umat islam Indonesia.
Penghayatan dan pengamalan keagamaan umat islam dalam masa dua atau tiga decade terakhir ini jauh lebih maju, semarak dan mantap dibandingkan dengan masa sebelumnya atau dimasa orde lama. Betapapun masih ada kekurangan dan hambatan, program pendidikan agama telah memberikan hasil dan dampak positif bagi peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan generasi muda dan umat islam Indonesia.
Kesadaran masyarakat ntuk menanamkan keimanan dan ketaqwaan sedini mungkin kepada anak-anak didik kita makin tumbuh dan merata. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin maraknya kegiatan “pendidikan agama” melaluai media masa, munculnya pengajian-pengajian, majlis ta’lim, madrasa diniyah, pesantren kilat, taman pendidikan Al Qur’an, dan lain-lain.
Gerakan masyarakat dalam kegiatan pendidikan agama tersebut perlu didorong lebih luas dan meningkat lagi, dan segala kekurangan dan hambatan yang ada kita tanggulangi dan kita carikan jalan keluar.
Gerakan masyarakat dalam kegiatan pendidikan agama tersebut perlu didorong lebih luas dan meningkat lagi, dan segala kekurangan dan hambatan yang ada kita tanggulangi dan kita carikan jalan keluar.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Djamarah & Zain Aswan (1996:123) berpendapat, jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika guru itu hadir kedalam dunia pendidikan berdasarkan tuntunan hati nurani. Panggilan jiwanya pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.
Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha sekuat tenaga dan fikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan sistematik. Namun terkadang keberhasilannya yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang ditemui; disebabkan oleh beberapa factor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai factor itu juga sebagai pendukungnya, Berbagai factor yang dimaksud adalah :
1. Tujuan. Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pengajaran.
2.Guru. Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia menjadi anak didik menjadi orang yang cerdas. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kopetensi seorang guru dibidang pendidikan dan pengajaran.
3.Anak Didik. Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang tuanyalah yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan dikemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tangung jawab yang diserahkan itu.
4.Kegiatan pengajaran. Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan bahan sebagaiperantaranya. Guru yang mengajar. Anak didik yang belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring kedalam lingkungan belajar yang tlah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berusaha mempengaruhi gaya belajar anak didik. Tetapi disini gaya mengajar guru lebih dominant mempengaruhi gaya belajar anak didik.
5.Bahan dan alat evaluasi. Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat didalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi.
5.Bahan dan alat evaluasi. Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat didalam kurikulum yang sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal evaluasi.
6.Suasana Evaluasi. Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat evaluasi, faktor evaluasi juga merupakan fakor yang mempengaruhi kebersilan belajar mengajar.
7.Teknik-Teknik Pendidikan. Sementara menurut Quthb Muhammad (1988:325), memberi komentar, tetapi lebih dari itu, Islam belum pernah pula kehabisan persediaan dalam hal teknik-teknik pendidikan dan masih banyak lagi persediaan anak-anak panah didalam kantongnya. Ia melakukan pendidikan melalui teladan, melalui teguran, melalui hukuman, melalui cerita-cerita, melalui pembiasaan, dan melalui pengalaman-pengalaman kongkrit.
a. Pendidikan melalui teladan. Ini adalah salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Mengarang buku mengenai pendidikan adalah mudah begitu juga menyusun suatu metodologi pendidikan, kendatipun hal itu membutuhkan ketelitian, keberanian dan pendekatan yang menyeluruh. Namun hal itu masih tetap hanya akan merupakan tulisan diatas kertas, tergantung diatas awang-awang, selama tidak tejamah menjadi kenyataan yang hidup didunia nyata, bila tidak bisa menjamah manusia yang menterjemahkannya, dengan tingkah laku, tindak-tanduk, ungkapan-ungkapan rasa, dan ungkapan-ungkapan pikiran: menjadi dasar-dasar dan arti suatu metodologi. Hanya bila demikianlah suatu metodologi akan berubah menjadi suatu gerakan, akan menjadi suatu sejarah. Diperlukanlah teladan. Oleh karena itulah Allah mengutus Muhammad s.a.w. untuk menjadi tauladan buat manusia.
b. Pendidikan Melalui Nasehat. Didalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap, dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasehat yang berpengaruh, membuka jalannya kedalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Dalam pendidikan nasehat saja tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan teladan dan perantara yang memungkinkan teladan itu diikuti dan diteladani.
c. Pendidikan Melalui Hukuman. Bila teladan tidak mampu, dan begitu juga nasehat, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan ditempat yang benar. Kecenderungan pendidikan modern sekarang memandang tabu hukuman itu, memandang tidak layak disebut-sebut. Tetapi generasi muda yang ingin dibina tanpa hukuman itu; di Amerika, adalah generasi muda yang sudah kedodoran, meleleh, dan sudah tidak bisa dibina lagi eksistensinya. Tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada orang-orang yang teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi hukuman dalam hidupnya. Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya. Diantara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali.
d. Pendidikan Melalui Cerita. Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Bagaimanapun persoalannya, cerita itu pada kenyataannya sudah merajut kaki manusia dan akan tetap mempengaruhi kehidupan mereka. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita itu, dan menyadari [engaruhnya yang besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan.
e. Pendidikan Melalui Kebiasaan. Kebiasaan, sebagaimana sudah kita singgung , menduduki kedudukan yag sangant istimewa di dalam kehidupan manusia. Islam mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehinga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.
f. Menyalurkan Kekuatan. Diantara banyak teknik Islam dalam membina manusia dan uga dalam memperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan didalam jiwa dan tubuh dari diri dan tidak memendamnya kecuali bila potensi-potensi itu memang terpuruk untuk lepas.
g. Mengisi Kekosongan. Bila Islam menyalurkan kekuatan tubuh dan jiwa ketika sudah menumpuk, dan tidak menyimpannya, karena penuh resiko. Maka Islam sekaligus juga tidak senang pada kekosongan. Kekosongan merusak jiwa, seperti halnya kekuatan terpendam juga rusak, tanpa adanya suatu keadaan istimewa. Kerusakan utama yang timbul oleh kekosongan adalah habisnya kekuatan potensial itu untuk mengisi tersebut. Seterusnya orang itu akan terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu.
F. KEMUNGKINAN DAN KEHARUSAN PENDIDIKAN
MUNGKINKAH MANUSIA DIDIDIK?
1. DASAR BIOLOGIS
Fakta biologis menunjukkan bahwa anak manusia ketika baru dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang karena:
v Kemampuan anak bersifat fleksibel
v Anak manusia mempunyai otak yang besar dan berpermukaan luas.
Mempunyai pusat syaraf yang berfungsi untuk menerima pengaruh dari luar dirinya sehingga dapat terjadi proses belajar.
2. DASAR PSIKO-SOSIAL
v Anak manusia ketika dilahirkan membawa -bermacam-macam kemampuan potensial, yang membutuhkan stimuli dari lingkungan.
v Manusia merupakan makhluk sosial. Kehidupan secara bersama diperlukan oleh-manusia. Dan dalam kehidupan bersama ini ada proses saling mempengaruhi.
3. Kesimpulan : MANUSIA DAPAT DIDIDIK
HARUSKAH MANUSIA DIDIDIK?
1. DASAR BIOLOGIS:
Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, anak manusia tidak memiliki instink yang sempurna sbgmana dimiliki oleh hewan.
Anak manusia perlu masa belajar yang panjang sebagai bekal menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara konstruktif.
2. DASAR PSIKO-SOSIO-ANTROPOLOGIS
v Untuk menghadapi kehidupan yang dilingkupi tantangan, manusia harus memiliki berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Potensi untuk ini sudah ada tinggal pengembangannya.
v Kemampuan manusia menyesuaikan diri de-ngan lingkungan sosial bukan bawaan tetapi hanya dapat diperoleh melalui pendidikan.
v Kebudayaan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan hasil karya dari orang-orang yang terdidik
3. KESIMPULAN : MANUSIA HARUS DIDIDIK
PANDANGAN DAN FAKTA BAHWA PENDIDIKAN MERUPAKAN KEHARUSAN BAGI MANUSIA
• Pendapat IMMANUEL KANT: bahwa manusia hanya dapat menjadi manusia jika dirinya memperoleh pendidikan.
• Pendapat Langevel :
– Animal educabile : manusia merupakan makhluk yang dapat dididik.
– Animal educandum : manusia merupakan makhluk yang harus dididik.
– Animal educandus : manusia merupakan makhluk yang harus dapat mendidik.
Fakta : bahwa pendidikan merupakan kebutuhan manusia
G. Pendidikan Islam pada Sekolah Umum
Alas Fikir . . .
• Kritik atau keluhan yang sering di lontarkan masyarakat dan pihak orag tua murid selama ini, pendidikan agama di sekolah umum dan perguruan tinggi, belum mampu mengantar peserta didik untuk dapat memahami dan mengamalkan ajaran agamanya dengan baik dan benar.
• Sebagai contoh yang sering dikemukakan, anak-anak beragama islam, yang sejak disekolah dasar telah memperoleh pedidikan agama setelah tamat ditingkat menengah banyak diantaranya yang belum mampu membaca kitab suci Al Qur’an dengan baik dan benar, apalagi menulis dan menerjemahkan isinya.
Demikian pula kemampuan dalam praktek ibadah tidak seperti yang diharapkan. Selain kelemahan dalam penguasaan materi (aspek kognitif) juga dalam hal pembentukan prilaku (aspek afektif) dampak nilai-nilai luhur agama dari proses pendidikan agama di sekolah-sekolah oleh sebagian masyarakat dinilai kurang nampak dalam pribadi anak dalam kehidupan sehari-hari.
* Berbagai asumsi atas justifikasi masyarakat:
1. Tingginya frekwensi perkelahian/tawuran sesama pelajar di kota-kota besar;
2. Kurangnya rasa hormat sang anak atau murid kepada guru, bahkan ada yang memukul guru kalau ia tidak naik kelas;
3. Akrabnya sebagian anak muda dengan obat-obat perangsang dan terlarang seperti narkotika;
4. Semaraknya animo pelajar dan mahasiswa untuk mengakses situs-situs pornografi;
5. Pergaulan bebas dan “ngumpet sekamar” pelajar putra dan putri atau “kumpul kebo” dikalangan (segelintir) mahasiswa atau generasi muda;
6. Balapan liar dan dugem dikalangan anak muda.
*Pertanyaan yang lalu muncul adalah: Di mana letak kesalahannya?
Dugaan sementara, mungkin pada:
1. Isi kurikulum yang kurang tepat,
2. System atau metodologi,
3. Alokasi waktu, atau
4. Ketidak-profesional-an sebagian dari guru agama di sekolah-sekolah umum
*Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi mahluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu, yaitu ajaran Allah.
*Tujuan Pendidikan Islam
Untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat.
Sedangkan manusia muslim yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan dan taqwa.
*Kelemahan dan Kendala Pendidikan Islam
Dari kalangan guru, keluhan yang sering dikemukakan diantaranya adalah:
1. Alokasi waktu yang kurang memadai;
2. Isi kurikulum yang terlalu penuh-syarat.
3. Sarana dan lingkungan sekolah sering tidak menunjang pelaksanaan pendidikan agama.
Dari kalangan orang tua kurang memperlihatkan kerjasama. Mereka hanya menuntut anaknya menjadi orang yang berpengetahuan luas dan berakhlak mulia, taat melaksanakan agama, sementara mereka tidak mau memberi dukungan dan contoh. Bagaimana seorang anak menjadi manusia atau generasi berbudi pekerti luhur dan taat melaksanakan perintah agama seperti shalat, puasa, dan lain-lain kalau orang tuanya dirumah tidak pernah melakukan shalat dan puasa.
Note:
Disamping itu, dalam pelaksanaan pendidikan Agama di sekolah, juga terkendala dalam bidang kemampuan pelaksanaan berbagai hal, diantaranya:
- Metode;
- Sarana fisik dan non-fisik;
Iklim pendidikan yang kurang menunjang suksesnya pendidikan mental-spritual dan moral.
*Beberapa faktor penghambat Pendidikan Islam di sekolah
1. Faktor – faktor eksternal
- Sikap apatis-fundamental sebagian orang tua tentang urgensitas pendidikan
- Situasi lingkungan sekitar sekolah yang kadang begitu menggoda
- Adanya gagasan baru dari para ilmuwan yang kadang disalahtafsirkan
- Persepsi keliru dari sebagian orangtua siswa ttg tingkat pendidikan
- Implikasi kemajuan IT dari luar negeri
2. Faktor – faktor internal sekolah
- Guru kurang berkompeten untuk menjadi tenaga pengajar profesional
- Manipulasi manajemen penempatan guru agama ke bagian admin, dsb
- Motodologi pendekatan guru masih bersifat tradisional
- Menipisnya rasa solidaritas antara guru agama dengan guru bidang studi umum
sehingga timbul sikap mengucilkan guru agama.
sehingga timbul sikap mengucilkan guru agama.
- Masalah waktu (jam mengajar, dan persiapan guru itu sendiri)
- Kurikulum yang terlalu padat dan gemuk
- Relasi antara guru agama dengan murid hanya bersifat formal, tanpa
berkelanjutan dalam situasi informal di luar kelas
berkelanjutan dalam situasi informal di luar kelas
- Petugas supervisi tak berfungsi maksimal sesuai harapan, diakibatkan terdiri
dari tenaga yang non-profesional.
dari tenaga yang non-profesional.
* Pola Pemecahan Problem
1. Reinterpretasi ideologi
2. Restrukturisasi kelembagaan
3. Reaktualisasi
Add.1: Reinterpretasi ideologi
Pemusatan perhatian pada kemajuan pendidikan Islam. Suatu interpretasi baru yang berorientasi pada tiga kemampuan dasar manusia, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Atau dengan kata lain kemampuan yang bermukim di kepala (head), dada (heart) dan tangan (hand).
Add.2: Restrukturisasi Kelembagaan
Perlunya sikap lentur kelembagaan dari struktur pendidikan Islam seperti Pesantren atau Madrasah. Bahkan lebih daripada itu, dituntut model lembaga pendidikan Islam yang berfungsi ganda.
Maksud dari fungsi ganda itu adalah:
Lembaga Pendidikan Islam tidak hanya sebagai lembaga pendidikan formal agama namun lebih berorientasi sosio-religion yang berfungsi sebagai pusat pembinaan mental agama masyarakat lain (dalam artian sebagai pusat kebudayaan).
Add.3: Reaktualisasi
Teknis operasional pendidikan agama pada semua jenjang pendidikan umum memerlukan perubahan yang lebih integral dengan pendidikan intelektual dan keterampilan.
Hal tersebut diperlukan guna terwujudnya keserasian dan keselarasan dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.
H. Pendidikan Islam pada Madrasah
Alas fikir . . .
Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara dalam bentuk Madrasah lahir seiring denyut penyebaran dan perkembangan agama Islam yang dibawa oleh para ulama.
Madrasah sejatinya tumbuh dan berkembang dari bawah, dalam arti masyarakat (umat) yang didasari oleh rasa tanggung jawab untuk menyampaikan ajaran Islam kepada generasi penerus. Tidak heran jika madrasah pada waktu itu lebih ditekankan pada pendalaman ilmu-ilmu Islam.
Pada zaman sebelum proklamasi, madrasah dikelola untuk tujuan idealisme ukhrawi semata, yang mengabaikan tujuan hidup duniawi, sehingga posisinya jauh berbeda dengan sistem sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda yang hanya mengarahkan program-programnya kepada intelektualisasi anak didiknya guna memenuhi tuntutan hidup sekuler.
Pada tahun 1976, pemerintah melalui tiga kementeriannya yakni ketika itu masih bernama:
- Kementerian Agama,
- Kementerian P&K Diknas;
- Kementerian Dalam Negeri.
lalu menyepakati surat keputusan bersama (SKB) guna mengadakan perubahan pengelolaan madrasah. Adapun substansi dari SKB tersebut ialah: lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan bidang studi agama Islam 30% dan mutu bidang studi pengetahuan non-agama di madrasah sama dengan yang ada di sekolah umum menurut jenjangnya.
Sisi Plus Madrasah dari lahirnya SKB 3 Menteri; “Terjadinya intermobilitas enrollment dengan mudah dan kualitas kekuasaannya sama”
Sisi minusnya;
- Kurang efektifnya pendidikan agama dan bahasa Arab, jika lulusannya dijadikan lulusan input bagi mahasiswa IAIN (sekarang UIN), disamping kekurang kualitas lulusan untuk input universitas umum.
- Tenaga pengelola dan programmer di lembaga pendidikan madrasah pada semua jenjang rata-rata kurang berorientasi pada profesionalisme.
Madrasah berasal dari kata “Darosa” yang berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah hari ini telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam muncul pertama kali oleh penduduk “Nizapur”. Namun baru berkembang pada zaman Perdana Menteri Saljuq, yakni Nizham al-Mulk yang belakangan mendirikan madrasah Nizhamiyah yang terkenal itu (sekitar tahun 1065 M).
Madrasah kemudian berkembang pesat setelah Sultan Solahuddin al-Ayyubi melanjutkan kepemimpinan di Dinasti Abbasiyah.
Latar Belakang kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, diantaranya sbb:
- Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam
- Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah
- Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka
Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Madrasah atau (sekolah) sebagai lembaga pendidikan merupakan wahana pemenuhan elemen-elemen institusi secara sempurna yang tidak terjadi pada lembaga-lembaga lainnya. Adapun elemen-elemen institusi madrasah/sekolah terdiri dari:
- Utility (kegunaan dan fungsi)
- Actor (pelaku)
- Organisasi
- Share in society (tersebar dalam masyarakat)
- Sanction (sangsi)
- Ceremony (upacara, ritus dan simbol)
- Resistence to change (menentang perubahan)
Diantara sekian banyak tugas yang diemban oleh madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, maka berikut ini salah satunya;
Merealisasikan pendidikan Islam yang didasarkan atas prinsip pikir, akidah dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk dan realisasi itu ialah agar anak didik beribadah, mentauhidkan Allah SWT, tunduk dan patuh atas perintah-Nya, serta syariat-Nya.
Memberikan kepada anak didik seperangkat peradaban dan kebudayaan Islami, dengan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu alam, ilmu sosial, ilmu eksakta, dengan landasan ilmu-ilmu agama, sehingga anak didik mampu melibatkan dirinya kepada perkembangan IPTEK pada setiap jaman.
Guna dapat memaksimalkan tugas madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam tersebut, maka dibutuhkan adanya administrasi yang memadai, seperti:
- perencanaan,
- Pengawasan,
- Organisasi,
- Koordinasi,
- Evaluasi, dsb
Orientasi dari tertib administrasi sebuah madrasah, adalah guna melancarkan proses pendidikan yang dilaksanakan.
0 komentar:
Posting Komentar
Akan bijak bila memberi komentar bukan spam