Rabu, 22 Juli 2015

Identifikasi Batasan dan Rumusan Masalah

IDENTIFIKASI,PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH SERTA TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang senangtiasa memberi berbagai karunia dan nikmat yang tiada tara kepada seluruh mahluknya terutama manusia,atas rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul  :”Identifikasi,Pembatasan Dan Rumusan Masalah Serta Tujuan Dan Manfaat Penelitian “
            Ucapan terima kasihpun penulis  hanturkan untuk dosen pembimbing mata kuliah”Metodologi Penelitian Pendidikan” beserta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
            Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu dengan senang hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari.
            Akhir kata penulis berharap agar laporan ini dapat menjadi masukan yang bermanfaat,khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya .Semoga segala jerih payah kita bernilai ibadah di sisi Allah Swt.

                                                                                    Makassar, 07 November 2012

                                     Penulis 
DAFTAR ISI                                                                                                                                Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I          Pendahuluan..................................................................................     1      
A.      Latar Belakang .......................................................................     1
B.      Rumusan Masalah ..................................................................      2
BAB II         Pembahasan .................................................................................    3
A.      Identifikasi masalah ...............................................................      3
B.      Pembatasan masalah .............................................................      4
C.      Perumusan masalah ...............................................................     6
D.     Tujuan penelitian.....................................................................     7
E.      Manfaat penelitian .................................................................     9
BAB III        Penutup .......................................................................................  10
A.      Kesimpulan ............................................................................. 10
B.      Saran .......................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11   

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
            Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi di era globalisasi ini memacu kita untuk selalu meningkatkan kualitas dan sumber daya manusianya hal ini sangat penting untuk kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.tiap manusia bersaing untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya namun dalam jengjang untuk merai potensi tersebut terkadang kita dihadapkan dengan berbagai masalah yang kita sendiri tidak menyadari adanya masalah tersebut perlu kita ketahui bahwa“Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan,masalah kadang kala hanya terlintas apa yang ada dalam fikiran kita dan itu kita anggap sebagai masalah serius yang perlu dan harus dipecahkan tapi terkadang kita tidak memikirkan bagaimana metodologi pemecahannya.hal yang seperti ini yang memancing kita untuk melakukan yang namanya penelitian  dengan mencari fakta – fakta dan bukti – bukti yang jelas dan teraarah sehingga alat dan instrument pengumpilan data sesuai dengan penggunaan metode kita  perlu mencurahkan lebih banyak waktu untuk menentukan masalah penelitia tersebut baik dari mengidentifikasi ,pembatasan sampai pada perumusan masalah yang memiliki tujuan dan manfaat (setyosari,2012:62)
B.     Rumusaan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai :
1.      Bagaimana  identifikasi masalah
2.      Bagaimana pembatasan masalah
3.      Bagaimana  perumusan masalah
4.      Apa tujuan penelitian
5.      Apa manfaat penelitian


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Identifikasi masalah
“ Identifikasi masalah berarti mengenali masalah yaitu dengan cara mendaftar faktor – faktor yang berupa permasalahan.mengidentifikasi masalah – masalah penelitian bukan sekedar mendaftar jumlah masalah tetapi juga kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah dipilih hendaknya memiliki nilai yang sangat penting atau signifikansi untuk dipecahkan” (Setyosari,2012:64)
“Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara proses lain. Masalah penelitian akan menentukan kualitas dari penelitian, bahkan juga menentukan apakah sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa kita temukan lewat studi literatur atau lewat pengamatan lapangan. Beberapa hal yang dijadikan sebagai sumber masalah adalah :
1.Bacaan
Bacaan yang berasal dari jurnal-jurnal penelitian yang berasal dari laporan hasil-hasil penelitian yang dapat dijadikan sumber masalah, karena laporan penelitian yang baik tentunya mencantumkan rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut, yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Suatu penelitian sering tidak mampu memecahkan semua masalah yang ada, karena keterbatasan penelitian. Hal ini menuntut adanya penelitian lebih lanjut dengan mengangkat masalah-masalah yang belum terjawab.
Selain jurnal penelitian, bacaan lain yang bersifat umum juga dapat dijadikan sumber masalah misalnya buku-buku bacaan terutama buku bacaan yang mendeskripsikan gejala-gejala dalam suatu kehidupan yang menyangkut dimensi sains dan teknologi atau bacaan yang berupa tulisan yang dimuat dimedia cetak

2.PertemuanIlmiah
Masalah dapat diperoleh melalui pertemuan-pertemuan ilmiah, seperti seminar, diskusi. Lokakarya, konfrensi dan sebagainya. Dengan pertemuan ilmiah dapat muncul berbagai permasalahan yang memerlukan jawaban melalui penelitian.

3.Pernyataan Pemegang Kekuasaan (Otoritas)

Orang yang mempunyai kekuasaan atau otoritas cenderung menjadi figure yang dianut oleh orang-orang yang ada dibawahnya. Sesuatu yang diungkapkan oleh pemegang otoritas tersebut dapat dijadikan sumber masalah. Pemegang otoritas di sini dapat bersifat formal dan non formal

4.Observasi(Pengamatan)
Pengamatan yang dilakukan seseorang tentang sesuatu yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, baik secara sepintas ataupun dalam jangka waktu yang cukup lama, dapat melahirkan suatu masalah. Contoh : Seorang pendidik menemukan masalah dengan melihat (mengamati) sikap dan perilaku siswanya dalam proses belajar mengajar
.
5.Wawancara dan Angket
Melalui wawancara kepada masyarakat mengenai sesuatu kondisi aktual di lapangan dapat menemukan masalah apa yang sekarang dihadapi masyarakat tertentu. Demikian juga dengan menyebarkan angket kepada masyarakat akan dapat menemukan apa sebenarnya masalah yang dirasakan masyarakat tersebut. Kegiatan ini dilakukan biasanya sebagai studi awal untuk mengadakan penjajakan tentang permasalahan yang ada di lapangan dan juga untuk menyakinkan adanya permasalahan-permasalahan di masyarakat

faktor diatas dapat saling mempengaruhi dalam melahirkan suatu masalah penelitian, dapat juga berdiri sendiri dalam mencetuskan suatu masalah. Jadi untuk mengindentifikasi masalah dapat melalui sumber-sumber masalah di atas. Sumber-sumber masalah tersebut dapat saling berinteraksi dalam menentukan masalah penelitian, dapat juga melalui salah satu sumbersaja.
Setelah masalah diindentifikasi, selanjutnya perlu dipilih dan ditentukan masalah yang akan diangkat dalam suatu penelitian” (amel : 2010)

 Identifikasi masalah  sebenarnya dilakukan untuk menemukan ruang lingkup masalah tertentu dalam ruang lingkup masalah tersebut misalnya ditentukan bahwa  masalah tersebut dalam bidang pendidikan,kemudian dipilih sala satu masalah sesuai dengan kemampuan peneliti baik dari segi pelaksanaan ataupun kurikulumnya (tahir,2011:19)
B.  Pembatasan masalah
     Pembatasan masalah berkaitan dengan pemilihan masalah dari berbagai masalah yang telah diidentifikasikan .Dengan demikian masalah akan dibatasi menjadi lebih khusus ,lebih sederhana dan gejalanya akan lebih muda kita amati karna dengan pembatasan masalah maka seorang peneliti akan lebih focus dan terarah sehingga tau kemana akan melangkah selanjutnya dan apa tindakan selanjutnya . (tahir ,2011:19)
”Batasan masalah adalah ruang lingkup masalah atau membatasi ruang lingkup masalah yang terlalu luas / lebar sehingga penelitian lebih bisa fokus untuk dilakukan. Hal ini dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas kepada aspek-aspek yang jauh dari relevan sehingga penelitian bisa lebih fokus untuk dilakukan. Dari sekian banyak masalah tersebut dipilihlah satu atau dua masalah yang akan dipermasalahkan, tentu yang akan diteliti (lazim disebut dengan batasan masalah). Batasan masalah jadinya berati pemilihan satu atau dua masalah dari beberapa masalah yang sudah teridentifikasi.
Batasan masalah itu dalam arti lain sebenarnya menegaskan atau memperjelas yang menjadi masalah. Dengan kata lain, merumuskan pengertian dan menegaskannya dengan dukungan data-data hasil penelitian pendahuluan seperti apa “sosok” masalah tersebut. Misal, jika yang dipilih mengenai “prestasi kerja karyawan yang rendah” dipaparkanlah (dideskripsikanlah) “kerendahan” prestasi kerja itu seperti apa (misalnya kehadiran kerja seberapa rendah, keseriusan kerja seberapa rendah, kuantitas hasil kerja seberapa rendah, kualitas kerja seberapa rendah).
Dapat pula batasan masalah itu dalam arti batasan pengertian masalah, yaitu menegaskan secara operasional (definisi operasional) masalah tersebut yang akan memudahkan untuk melakukan penelitian (pengumpulan data) tentangnya. Misal, dalam contoh di atas, prestasi kerja mengandung aspek kehadiran kerja (ketepatan waktu kerja), keseriusan atau kesungguhan kerja (benar-benar melakukan kegiatan kerja ataukah malas-malasan dan buang-buang waktu, banyak menganggur), kuantitas hasil kerja (banyaknya karya yang dihasilkan berbanding waktu yang tersedia), dan kualitas hasil kerja (kerapihan, kecermatan dsb dari hasil karya).
Pilihan makna yang mana yang akan diikuti sebenarnya tidak masalah. Idealnya: (1) membatasi (memilih satu atau dua) masalah yang akan diteliti (pilih satu atau dua dari yang sudah diidentifikasi), (2) menegaskan pengertiannya, dan (3) memaparkan data-data yang memberikan gambaran lebih rinci mengenai “sosoknya.”. Seperti dalam contoh : Jadi, jika masalahnya berupa “prestasi kerja karyawan yang rendah” (yang dipilih dari, misalnya: kreativitas kerja yang rendah, kemampuan berinisiatif yang rendah, kerja sama (kolegialitas) yang rendah, loyalitas yang rendah, dan lainnya), maka yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) tentu mengenai kerendahan prestasi kerja karyawan, bukan mengenai faktor penyebab rendahnya prestasi kerja karyawan, atau upaya memotivasi karyawan. Jika yang jadi masalah kekurangan fasilitas (sarana prasarana) pendidikan, maka yang disebutkan (dituliskan) adalah bahwa yang akan diteliti (dipilih, dibatasi) adalah masalah kekurangan fasilitas, bukan pengelolaan fasilitas.” (amel,2010)

Contoh
Buatlah pembatasan masalah dari judul di bawah ini.
Judul :
Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam UpayaPembentukan Wawasan Kebangsaan pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Delanggu Tahun Pelajaran 2007/2008
Pembatasan masalah :
Suatu penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman yang terlalu jauh haruslahditentukan pembatasan masalah penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian ini adalah pelaksanaan pengajaran pendidikan kewarganegaraan dalam upaya pembentukan wawasan kebangsaan pada siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Delanggu Tahun Pelajaran 2007/2008.
2. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah guru pendidikan kewarganegaraan kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Delanggu Tahun Pelajaran 2007/2008.” (admin,2009)

C.  Perumusan masalah
“Rumusan masalah adalah rumusan persoalan yang perlu dipecahkan atau pertanyaan yang perlu dijawab dengan penelitian.Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah” (Tahir,2012:20)
“Rumusan masalah adalah pertanyaan penelitian, yang umumnya disusun dalam bentuk kalimat tanya, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menjadi arah kemana sebenarnya penelitian akan dibawa, dan apa saja sebenarnya yang ingin dikaji / dicari tahu oleh si peneliti. Masalah yang dipilih harus “researchable” dalam arti masalah tersebut dapat diselidiki. Masalah perlu dirumuskan secara jelas, karena dengan perumusan yang jelas, peneliti diharapkan dapat mengetahui variabel-variabel apa yang akan diukur dan apakah ada alat-alat ukur yang sesuai untuk mencapai tujuan penelitian. Dengan rumusan masalah yang jelas, akan dapat dijadikan penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya Berdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah penelitian, antara lain adalah :


1. Rumusan masalah hendaknya singkat dan bermakna
Masalah perlu dirumuskan dengan singkat dan padat tidak berbelit-belit yang dapat membingungkan pembaca. Masalah dirumuskan dengan kalimat yang pendek tapi bermakna.
 2. Rumusan masalah hendaknya dalam bentuk kalimat Tanya
Masalah akan lebih tepat apabila dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan, bukan kalimat pernyataan
3. Rumusan masalah hendaknya jelas dan kongkrit
Rumusan masalah yang jelas dan kongkrit akan memungkinkan peneliti secara eksplisit dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan: apa yang akan diselidiki, siapa yang akan diselidiki, mengapa diselidiki, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana melakukannya dan apa tujuan yang diharapkan.
4. Masalah hendaknya dirumuskan secara operasional
Sifat operasional dari rumusan masalah, akan dapat memungkinkan peneliti memahami variabel-variabel dan sub-sub variabel yang ada dalam penelitian dan bagaimana mengukurnya.
5. Rumusan masalah hendaknya mampu member petunjuk tenang memungkinkannya pengumpulan data di lapangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam masalah penelitian tersebut.
6. Perumusan masalah haruslah dibatasi lingkupnya, sehingga memungkinkan penarikan simpulan yang tegas. Kalau disertai rumusan masalah yang bersifat umum, hendaknya disertai penjabaran-penjabaran yang spesifik dan operasional”(amel,2010)

D.  Tujuan penelitian
     Dalam kegiatan penelitian memang mengandung kegiatan yang kadang sulit dan melelahkan tapi dibalik semua itu penelitian mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti ada beberapa tujuan yang hebdak dicapai dapat dilihat diantaranya :
1.      Memperoleh informasi baru
     Penelitian biasanya akan berhubungan dengan informasi atau data yang masih baru jika dilihat dari aspek sipeneliti walaupun mungkin sala satu data atau fakta tersebut telah ada dan berada di suatu tempat dalam waktu yang lama namun apabila data tersebut baru diungkap atau disusun secara sistematis oleh seorang peneliti pada saat itu maka dapat dikatakan bahwa data tersebut adalah data baru .
2.      Mengembangkan dan menjelaskan data penelitian
     Ketika para peneliti berusaha memecahkan permasalahan dengan tidak menginginkan terjadinya pengulangan kerja atau penggunaan tenaga yang sia – sia .Mereka perlu menggali dari variasi sumber – sumber pengetahuan yang relevan agar dapat menerangkan pentingnya permasalahan yang hendak dicapai dengan melakukan pengembangan dan usaha penjelasan melalui teori yang didukung oleh fakta – fakta penunjang yang ada peneliti akan dapat sampai kepada pemberian pernyataan sementara atau hipotesis penelitian (darmadi,2011:24-25)
     Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian .Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada isi dan rumusan masalah penelitian dengan kata lain rumusan tujuan penelitian sejajar dengan rumusan masalah penelitian perbedaanya hanya terletak pada cara merumuskannya. Masalah penelitian dirumuskan dengan menggunakan kalimat tanya, sedangkan rumusan tujuan penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan.Tujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tjuan khusus.Tujuan umum menggambarkan secara singkat melalui satu kalimat yang ingin dicapai dalam penelitian .Tujuan khusus dirumuskan dalam bentuk butir – butir misalnya (1,2,3) yang mengacu pada rumusan masalah yang lebih spesifik.(Tahir,2012:20-21)
“Rumusan tujuan penelitian harus selalu konsisten dengan rumusan masalah. Berapa banyak masalah dirumuskan, sebanyak itu pula tujuan yang akan dicapai. Untuk itu, perlu ditetapkan suatu tujuan penelitian berdasarkan persoalan yang dipilih. Tujuan yang jelas memberikan landasan untuk perancangan proyek penilitian, untuk pemilihan metode yang paling tepat dan untuk pengolahan proyek setelah dimulai serta memberikan bentuk dan makna bagi laporan akhir.
Menurut Sugiono (1999) Tujuan penelitian hendakanya harus dirumuskan secara spesifik dan jelas yaitu mengenai kejadian apa, dimana, bilamana terjadinya dan bagaiamana. Kaburnya tujuan penelitian akan berakibat kaburnya hasil penelitian yang akan diperoleh. Dengan menentukan tujuan penelitian secara singkat dan jelas, researcher dapat menyaring data apa saja yang benar-benar diperlukan artinya yang relevan terhadap persoalan, sehingga dengan demikian akan mempermudah pembuatan daftar pertanyaan (questionnaire) yang akan dipergunakan untuk memperoleh data tersebut”.(dudeja,2011)

E.  Manfaat penelitian  
“Manfaat penelitian menunjukkan pada pentingnya penelitian dilakukan ,baik untuk pengembangan ilmu dan rferensi penelitian lebih lanjut dengan kata lain manfaat penelitian berisi uraian yang menunjukkan bahwa masalah yang dipilih memang layak diteliti”(Tahir,2011:21)
“Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoretis.
ManfaatPraktis
Beberapa manfaat secara praktis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1.      Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sastra lisan, serta untuk memperoleh pengalaman menganalisis Struktur puisi lisan, konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi umpasa pernikahan Simalungun.
  1. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis maupun sebagai referensi mengenai sastra lisan yang ada di Batak Simalungun tepatnya mengenai umpasapernikahan Simalungun.
ManfaatTeoretis
Beberapa manfaat secara teoretis dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1.      Bagi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi study/kajian sastra lisan.
  1. Bagi kajian kesusastraan, manfaat penelitian ini yaitu memberikan sumbangsih maupun rujukan referensi bagi para peneliti sastra lisan, khususnya umpasaSimalungun.”(saragih,2011)



BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
     Dalam pembuatan suatu penelitian diperlukan pengidentifikasian masalah terlebih dahulu yaitu pencarian dan pencatatan masalah kemudian setelah itu barulah diadakan pembatasan masalah yaitu pemilihan masalah dari berbagai masalah yang ada agar pembahasan lebih focus  dilakukan setelah memperoleh batasan masalah barulah mulai perumusan masalah,masalah yang dirumuskan harus jelas  karena dengan perumusan yang jelas diharapkan dapat mengetahui variabel apa yang akan diukur untuk mencapai tujuan penelitian. Sehingga hasil yang kita peroleh bisa membawa manfaat baik bagi peneliti ataupun bagi masyarakat  
B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas penulis menyarankan agar terus menggali dan menggembangkan pengetahuan mengenai metode penelitian pendidikan ,penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA
Setyosari Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan pengembangan .   Jakarta: Kencana.  
Tahir Muh.2011.”Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan”.Universitas Muhammadiyah Makassar
Darmadi  Hamid.2011.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung:Alfabeta
sumberhttp://kaptenunismuh.blogspot.com/2012/11/tugas-3-identifikasipembatasan-dan.html

Rabu, 15 Juli 2015

Pendidikan Inklusive

Pengertian Pendidikan Inklusive

A.   PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF

Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah pendidikan di sekolah biasa yang mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai IQ normal diperuntukan bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan pendidikan layanan khusus.



Menurut Prof. Dr. Muyono Abdur rahman (UNJ) pendidikan inklusif adalah gabungan pend. Regular dan pend. Khusus ke dalam satu system persekolahan yang dipersatukan untuk mempertemukan perbedaan kebutuhan semua siswa.
Pend. Inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa

Menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil 1994 pendidikan inklusif adalah suatu sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan kepada anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman yang seusianya.

Sekolah inklusif merupakan sebuah perkembangan terbaru dari pendidikan terpadu. Di sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua itu diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi atau penyesuaian, sarana dan prasarana, mulai dari kurikulum, tenaga pendidikan dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai dengan sistem penilaiannya. Sekolah ini menyediakan berbagai program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi tetap disesuaikan pula dengan kemampuan dan kebutuhan dari setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak tersebut berhasil.

Alasan penerapan pendidikan inklusif ini ialah :

1. Sebab semua anak mempunyai hak sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan tidak

didiskriminasi.

2. Hak setiap anak untuk dapat mengikuti pelajaran tanpa harus memandang kecacatan dan kelainan seorang anak.

3. Perbedaan harus dijadikan sebagai penguat untuk meningkatkan mutu pembelajaran semua anak.

4. Sekolah dan guru harus dapat belajar merespon dari kebutuhan pembelajaran yang berbeda.

Pendidikan inklusif tersebut kini telah menjadi perhatian masyarakat di dunia. Beberapa pertemuan internasional pernah membahas tentang pendidikan inklusif sebagai pergerakan menuju pendidikan yang berkualitas untuk semua anak. Pergerakan menuju pendidikan inklusif di Indonesia mempunyai landasan hukum dan landasan konseptual, berikut penjelasannya:

1. Deklarasi Hak Asasi Manusia Tahun 1948

2. Konveksi Hak Anak Tahun 1989

3. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua Tahun 1990

4. Persamaan Kesempatan bagi orang berkelainan Tahun 1993

5. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi Tahun 1994

6. Komitmen Dasar mengenai Pendidikan untuk semua Tahun 2000

7. Deklarasi Bandung Tahun 2004

Harapan dari pendidikan inklusif adalah dapat membangun rasa sadar dan menghilangkan sikap atau nilai diskriminatif pada anak. Pendidikan inklusif juga melibatkan dan memberdayakan masyarakat supaya ikut serta dalam menganalisis situasi pendidikan lokal, dengan cara mengumpulkan informasi tentang anak pada suatu wilayah untuk mengetahui alasan mereka kenapa tidak sekolah.


TUJUAN DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF

Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.

Manfaat pendidikan inklusif adalah :
Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

Hal-hal yang harus diperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif :
Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keaneka-ragaman dan menghargai perbedaan.
Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.


B.    PERBEDAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN  PENDIDIKAN REGULER DAN PENDIDIKAN TERPADU
Perbedaan Pendidikan Inklusif Dengan Pendidikan Reguler
            Pendidikan pada umumnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengem¬bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
             Pada umumnya peserta didik dalam pendidikan umum/pendidikan reguler adalah peserta didik normal, sehingga kurikulum, tenaga guru, sarana dan prasarana, lingkungan belajar dan proses pembelajarannya dirancang untuk anak normal. Hal ini karena asumsi yang melandasi adalah bahwa peserta didik memiliki kemampuan yang homogin. Sebaliknya pada pendidikan inklusif peserta didiknya adalah peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang ada di sekolah reguler. Sehingga kurikulum, tenaga guru, sarana dan prasarana, lingkungan belajar dan proses pembelajarannya harus dirancang sedemikian rupa untuk memungkinkan semua peserta didik dapat mengembangkan potensinya.
Perbedaan Pendidikan Inklusif Dengan Pendidikan Terpadu
Pendidikan terpadu merupakan pendidikan yang memberi kesempatan kepada peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Perbedaan yang menonjol antara pendidikan terpadu dengan pendidikan inklusif terletak pada sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut. Sekolah terpadu, peserta didiknya mengikuti sistem yang ada di sekolah reguler. Sedangkan pendidikan inklusif, sistem pendidikan yang digunakan menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didiknya.
C.   LATAR BELAKANG PENDIDIKAN INKLUSIF
Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warganegara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Warganegara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan.
              Selama ini, pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa atau anak berkebutuhan khusus (ALB) disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak berkebutuhan khusus dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan tunaganda.
               Sementara itu, pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung anak berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus. Di samping itu keberadaan sekolah khusus lokasinya sebagian besar berada di Ibu Kota Kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya, sebagian anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas apabila dibiarkan akan berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Akibat lebih lanjut, mutu sumber daya manusia (SDM) akan semakin tertinggal.
                Dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar dan mengatasi permasalahan pendidikan anak berkebutuhan khusus, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak berkebutuhan khusus yang belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak melalui pendidikan di sekolah terdekat. Sudah barang tentu sekolah terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya.
D.   CIRI-CIRI PENDIDIKAN INKLUSIF
Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rohman, ciri-ciri pendidikan inklusif adalah sebagaiberikut:
Siswa yang berusia sama duduk dalam kelas yg sama
Siswa saling bekerja sama dgn sesamanya
Siswa merasa kelas sebagai milik bersama
Siswa memiliki pengalaman berhasil
Siswa belajar mengembangkan sikap toleransi
Siswa belajar mengembangkan sikap empati
Guru menerima perbedaan siswa
Guru mengembangkan dialog dgn siswa
Guru mendorong terjadinya interaksi promotif antar siswa
Guru menjadikan sekolah menarik bagi siswa
Guru membuat siswa aktif Guru mempertimbangkan perbedaan antar siswa dlm kelasnya
Guru menyiapkan tugas2 yg berbeda untuk siswa2 nya
Guru fleksibel dan kreatif

E.   LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF
 Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rahman, landasan-landasan pendidikan Inklusif adalah
Filosofis
Bhinneka tunggal ika : pengakuan kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal sebagai khilafah Tuhan di muka bumi untuk mebangun kehidupan bersama yang lebih baik dalam rangka meningkatkan kualitas pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Religi
a. Manusia sebagai khalifah di muka bumi
b. Manusia diciptakan sebagai makhluk yg individual differences agar dapat saling berhubungan dlm rangka saling membutuhkan
Keilmuan
c. Psikologi
d. Sosiologi
e. Antropologi
f. Biologi
g. Neuroscience
h. Ekonomi
i. Politik
Yuridis
j. Declaration of human rights (1948)
k. Convention of Human Rights The Child (1989)
l. Life Long Education > Education for All (Bangkok 1991)
m. Kesepakatan UNESCO di Salamanca tentang Inclusive Education (1994)
n. Dekkar Statement
o. UUD 1945
p. UU Nomor 20 tahun 2003 ttg system pendidikan Nasional
Selain itu terdapat Landasan Yuridis yang lain, yakni:
UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat 1: “setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”.
UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pasal 3 menyatakan bahwa ” pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa ” warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pasal 32 menyebutkan ”penidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa” .
UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat,
PP No. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380 /C.66/MN/2003, 20 Januari 2003 perihal Pendidikan Inklusi bahwa di setiap Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia sekurang kurangnya harus ada 4 sekolah penyelenggara inklusi yaitu di jenjang SD, SMP, SMA dan SMK masing-masing minimal satu sekolah,
Deklarasi Bandung tanggal 8-14 Agustus 2004 tentang ”Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”,
Deklarasi Bukittinggi tahun 2005 tentang ” ”Pendidikan untuk semua” yang antara lain menyebutkjan bahwa ”penyelenggaraan dan pengembangan pengelolaan pendidikan inklusi ditunjang kerjasama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, istitusi terkait, dunia usaha dan industri, orangtua dan masyarakat”.
            Berdasarkan landasan yuridis yang sebagian telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa pendidikan inklusi perlu diselenggarakan yang implemetasinya memerlukan kesungguhan dan komitmen dari berbagai pihak.
F.   KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF
Menurut Pro. Dr. Mulyono A, pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang secara normal kemudian ditegaskan dalam Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan Bulan Juni  1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah selama memungkinkan semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada mereka
Model pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus terpisah dari teman sebayanya. Sekolah-sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran system evaluasi, guru khusus. Namun demikian dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Model ini tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus mengembangkan potensi secara optimal karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa.
Selain itu, secara filosofis model ini tidaklah logis karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berinteraksi denagn masyarakat normal tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan lainnya yang tidak kalah penting adalah bahwamodel ini relative mahal
Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model mainstreaming. Belajar dari kelemahan model segregatif, model ini memungkinkan berbagai alternative penempatan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Alternatif yg tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh) sampai yang paling terbatas (sekolah khusus sepanjang hari) oleh karena itu model ini juga dikenal dengan model tidak terbatas ( the least restrictive environment) artinya seorang anak berkebutuhan khusus harus ditempatkan pada lingkungan yang tidak terbatas menurut potensinya.

G. MODEL-MODEL PENDIDIKAN INKLUSIF MENURUT PENDAPAT PARA AHLI
Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan anak berkebutuhan khusus yang terkini. Sejak digulirkannya konsep mainstreaming dalam pendidikan khusus, ada upaya kuat melaksanakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara terpadu, bahkan terpadu penuh (inklusif), dengan anak normal di sekolah biasa.
Model pendidikan inklusif semakin meluas pengkajiannya sejak ada pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan khusus bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”
Perkembangan pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragam, diantaranya:
Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah iinklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Di samping itu ada pula bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Bahkan sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling membantu baik dari guru, teman sebaya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individual anak berkelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat terpenuhi.
Staub dan Peck (1995) (dalam Sunardi, 2002) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.
Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) (dalam Sunardi, 2002) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Konsekuensinya antara lain ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Vaughn, Bos, dan Schumm (2000), mengatakan bahwa dalam praktik, istilah inklusif sering dipakai bergantian dengan istilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan individualnya.
            Benang merah yang dapat ditarik dari adanya variasi pendapat para ahli diantaranya adalah bahwa melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.

H.  ALASAN PERLUNYA PENDIDIKAN INKLUSIF

 Menurut Prof Dr. Mulyono Abdur Rahman, alasan perluya di adakan pendidikan Inklusif adalah:
Sesuai dengan filosofi bhinneka tunggal ika dan ajaran agama
Sekolah segregratif menghambat anak yang membutuhkan pendidikan khusus dalam melakukan penyesuaian social
Menjamin terbentuknya masyarakat yang demokratis
Sesuai dengan nilai-nilai kemanuisaan
Menghindarkan siswa dari rendah diri dan arogansi
Membiasakan siswa menghargai pluraritas
Memudahkan siswa melakukan penyesuaian social
Guru dapat saling belajar tentang siswa

I.   SARAN UNTUK PENDIDIKAN INKLUSIF (Prof. Dr. Mulyono Abdur Rahman)
1. Pendidikan Inklusi hendaknya dilakukan secara perlahan-lahan, selangkah demi selangkah dan dapat dimulai dari PAUD
2. Sebaiknya pihak sekolah yang hendak melaksanakan dan menerapkan pendidikan inklusi menggunakan nara sumber yang dapat memberikan bimbingan dan informasi yang dibutuhkan pihak sekolah.
3. Sekolah perlu untuk mengembangkan ruang dan pusat sumber  belajar serta sarana dan prasarana agar dapat menunjang pelaksanaan pendidikan inklusif
4. Memberikan pelatihan kepada semua tenaga kependidikan dan orang tua
5. Guru atau tenaga kependidikan harus bersifat fleksibel, kreatif, dan menghargai ke pluralitasan
6. Guru harus mampu mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan individual anak
7. Selain itu, guru harus dapat bekerja sama dalam suatu tim kerja demi tercapainya pelaksanaan pendidikan inklusif secara optimal dan baik di sekolah.
8. Guru juga harus dapat mengembangkan iklim belajar dan bekerja yang sehat di dalam lingkungan sekolah
Sumber :
http://inti.student.fkip.uns.ac.id/2009/01/15/pendidikan-inklusive/
http://bintangbangsaku.com/artikel/

PONPES SHIDIQIIN WARA` PURWOJATI

Sholawat_Badar-Puput_Novel-TOPGAN

Blogger templates

href="http://www.yayasangurungajiindonesia.com" ' rel='canonical'/>>

Adsendiri

Pasang Iklan Disini

adsend

Pasang Iklan Disini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls