Jumat, 28 November 2014

Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif

Dalam artikel ini akan dibahas: pengertian penelitian kualitatifpenelitian kuantitatifserta perbedaan penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif.
Penelitian kualitatif adalah strategi penelitian yang berfokus pada kata-kata, sedangkan  penelitian kuantitatif berfokus pada mengumpulkan dan menganalisis data (angka). Sebagai sebuah strategi penelitianpenelitian kuantitatif adalahdeduktif, sedangkan penelitian kualitatif adalah induktifconstructivismedan interpretivisme (interpretatif) tetapi tidak semua tiga karakteristik ini selalu terpenuhi di setiap studi peran. Penelitian kualitatif telah menjadi metode penelitianyang sangat popular dalam ilmu-ilmu sosial.
Empat tradisi dalam penelitian kualitatif yaitu:
  1. Naturalisme : mencoba untuk menggambarkan realitas sosial dalam istilahas it really is yang memberikan banyak deskripsi tentang orang-orang  dan interaksi di lingkungan alamiah.
  2. Ethnomethodology : mencoba untuk memahami bagaimana tatanan sosial yang dibuat melalui dialog dan interaksi; memiliki orientasi naturalistik.
  3. Emosionalisme : berkaitan dengan realitas batin orang. Konsentrasi terhadap subjektivitas dan mendapatkan akses ke pengalaman ‘dalam’ seseorang.
  4. Postmodernisme : penekanannya adalah pada ‘metode bicara/dialog’. Sensitif terhadap cara yang berbeda di mana realitas social dapat dibangun.
Beberapa metode penelitian yang berkaitan dengan penelitian kualitatif yaitu:
  1. Etnografi / observasi partisipatif
  2. Wawancara kualitatif
  3. Focus group discussion / FGD (kelompok focus)
  4. Pendekatan berbasis bahasa dimana data kualitatif dikumpulkan seperti analisis percakapan dan diskursus.
  5. Mengumpulkan dan analisis kualitatif dari teks dan dokumen
Langkah-langkah dasar dalam penelitian kualitatif, yaitu:
1. Merumuskan pertanyan penelitian secara umum
2. Memilih situs/lokasi dan topik yang relevan
3. Pengumpulan data yang relevan
4. Penafsiran data
5. Konseptual dan pekerjaan teoritis
5.a mengurangi pertanyaan penelitian.
5.b Pengumpulan data lanjutan yang lebih relevan.
6. Menuliskan penemuan/kesimpulan.

Langkah-Langkah Penelitian Kuantitatif
Secara garis besar, langkah-langkah dalam penelitian kuantitatif adalah:
  1. Teori
  2. Hipotesis
  3. Desain penelitian
  4. Merancang Ukuran konsep
  5. Seleksi lokasi penelitian
  6. Seleksi subyek/responden penelitian
  7. Mengelola instrument penelitian/koleksi data
  8. Proses data
  9. Analisis data
  10. Kesimpulan
  11. Menulis kesimpulan
  12. Kembali ke langkah nomer 1
Dalam penelitian kualitatif, ada “penyesuaian” untuk menjelaskan validitas danrealibilitas. Untuk  mendapatkan realibilitas eksternal, yang menunjukkan kemampuan suatu penelitian untuk direplikasi, penelitian yang menggunakanmetode kualitatif dapat memiripkan situasi sosial yang timbul dalam penelitianterdahulu. Adapun reabilitas internal merupakan keadaan dimana lebih dari satu pengobservasi setuju dengan data penelitian yang digunakan. Sedangkan dalam masalah validitas, validitas internal merupakan kekuatan dari penelitian kualitatif, sebaliknya validitas eksternal menjadi kelemahan utama dari penelitian kualitatif. Hal ini masuk akal, karena validitas internal yang menekankan kepada kesesuaian antara teori dengan keadaan sebenarnya, merupakan hal yang dapat dengan mudah didapatkan pada penelitian kualitatif, khususnya penelitian etnografi. Sedangkan amat sulit untuk mendapatkan generalisasi dari sebuah penelitian kualitatif, padahal hal tersebut ditekankan oleh validitas eksternal.

Syarat-syarat mengurangi kesulitan mendapatkan validitas dan realibilitas padapenelitian kualitatif dengan cara menetapkan syarat-syarat lain yang setara denganvaliditas dan realibilitas, yaitu:
  1. Kredibilitas, yang mana setara dengan validitas internal. Memeriksa kredibilitas suatu sumber merupakan hal yang harus dilakukan oleh pepenelitian kualitatif. Salah satu tekniknya yaitu dengan triangulasi.Triangulasi merupakan metode mengecek suatu sumber informasi/narasumber dari penelitian yang dilakukan melalui beberapa cara yang berbeda. Misal menguji narasumber melalui wawancara, kuesioner, dan observasi.
  2. Transferabilitas, yang setara dengan validitas eksternal. Hal yang harus dilakukan oleh penelitian kualitatif untuk mendapatkan transferabilitas yang baik yaitu penelitian harus menjelaskan batasan, maksud, dan konteks penelitian yang dilakukan sehingga orang lain yang membaca atau membandingkan penelitian yang dilakukan memiliki pemahaman yang tepat.
  3. Dependabilitas, yang setara dengan realibilitas. Cara menguji dependabilitasyaitu dengan melakukan audit keseluruhan terhadap keseluruhan prosespenelitian. Tentunya yang melakukan audit adalah orang-orang yang independen terhadap proses penelitian yang dilakukan.
  4. Konfirmabilitas, yang setara dengan objektivitas. Cara mengujinya mirip dengan menguji dependabilitas, sehingga dapat dilakukan bersamaan dengan pengujian dependabilitas. Kriteria-kriteria yang harus terpenuhi dalamkonfirmabilitas antara lain: kejujuran, otentitas ontologi (pemahaman lingkungan sosial sekitar), otentitas edukasi (apresiasi terhadap perbedaan perspektif dalam suatu gejala sosial), otentitas katalis (kemampuanpenelitian untuk mengubah keadaan sosial), dan terakhir yaitu otentitas taktis (kemampuan penelitian agar lingkungan sosial dapat menyusun tahapan-tahapan aksi untuk memperbaiki keadaan).
  5. Syarat tambahan yang dapat dimasukkan dalam syarat-syarat keabsahanpenelitian kualitatif, yaitu otentitas (keaslian).
Beberapa kritik terhadap penelitian kualitatif, yaitu:
  1. Penelitian kualitatif terlalu subyektif
  2. Kesulitan dalam duplikasi penelitian
  3. Masalah generalisasi
  4. Kehilangan transparansi
Perbedaan mendasar antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif disajikan dalam tabel di bawah ini.
 Tabel 1. Perbedaan mendasar antara penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif


Penelitian Kuantitatif
Penelitian Kualitatif
DeduktifInduktif
Bilangan / angkaFrasa  / kata-kata
Dari sudut pandang penelitiDari sudut pandang partisipan
Researcher distant (Peneliti jarak jauh)Researcher close
Pengujian teoriTheory emergent
StaticProses
TerstrukturTidak terstruktur
GeneralizationContextual understanding
Hard, reliable dataRich, deep data
MacroMicro
Behavior / tingkah lakuMeaning / arti
Artificial settingNatural setting
Sumberhttp://bengkeldata.wordpress.com/tag/transferabilitas/


Jumat, 21 November 2014

Pengertian Penelitian Kualitatif

Pengertian Penelitian Kualitatif

Penelitian studi kasus yang dibahas pada blog ini adalah penelitian studi kasus kualitatif. Untuk lebih memahami lebih mendalam tentang penelitian studi kasus kualitatif tersebut, terlebih dahulu lebih baik memahami penelitian kualitatif. Berikut ini adalah bahasan tentang pengertian penelitian kualitatif tersebut.

Banyak buku teks dan jurnal metodologi penelitian telah mengupas secara mendalam pengertian penelitian kualitatif. Pada sub bagian ini, pembahasan pengertian penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk merangkum seluruh pengertian tersebut. Pembahasan lebih difokuskan pada beberapa konsep dasar yang dapat digunakan sebagai landasan untuk merumuskan karakteristik penelitian kualitatif. Untuk lebih memperjelas posisi dan kekhususannya, beberapa bagian pembahasan dilakukan dengan memperbandingkannya dengan penelitian kuantitatif.
Penelitian kualitatif sering diposisikan berada pada sisi lain atau berkebalikan dengan penelitian kuantitatif.

Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka (Strauss dan Corbin, 1990 dalam Hoepfl, 1997 dan Golafshani, 2003). Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa, atau kata-kata. Oleh karena itu, bentuk data yang digunakan bukan berbentuk bilangan, angka, skor atau nilai; peringkat atau frekuensi; yang biasanya dianalisis dengan menggunakan perhitungan matematik atau statistik (Creswell, 2002).

Menurut Creswell (2003), pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk membangun pernyataan pengetahuan berdasarkan perspektif-konstruktif (misalnya, makna-makna yang bersumber dari pengalaman individu, nilai-nilai sosial dan sejarah, dengan tujuan untuk membangun teori atau pola pengetahuan tertentu), atau berdasarkan perspektif partisipatori (misalnya: orientasi terhadap politik, isu, kolaborasi, atau perubahan), atau keduanya. Lebih jelasnya, pengertian tersebut adalah sebagai berikut:

A qualitative approach is one in which the inquirer often makes knowledge claims based primarily on constructivist perspectives (i.e. the multiple meanings of individual experiences, meanings socially and historically constructed, with an intent of developing a theory or pattern) or advocacy/ participatory perspectives (i.e. political, issue-oriented, collaborative or change oriented) or both (Creswell, 2003, hal.18).
Lebih jauh, Creswell menjelaskan bahwa di dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui interprestasi terhadap multi perspektif yang berbagai dari masukan segenap partisipan yang terlibat di dalam penelitian, tidak hanya dari penelitinya semata. Sumber datanya bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara pengalaman individu, dan sejarah.

Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami obyek yang diteliti secara mendalam. Lincoln dan Guba (1982) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk membangun ideografik dari body of knowledge, sehingga cenderung dilakukan tidak untuk menemukan hukum-hukum dan tidak untuk membuat generalisasi, melainkan untuk membuat penjelasan mendalam atau ekstrapolasi atas obyek tersebut.

Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang bertujuan memperoleh teori-teori atau hukum-hukum hubungan kausalitas yang general yang memungkinkan peneliti melakukan prediksi dan pengendalian seperti yang dilakukan pada penelitian ilmu alam, penelitian kualitatif berupaya membangun pemahaman (verstehen) dan penjelasan atas perilaku manusia sebagai mahkluk sosial (Muhadjir, 2000).

Penelitian kualitatif bermaksud menggali makna perilaku yang berada dibalik tindakan manusia. Interpretasi makna terhadap perilaku ini tidak dapat digali melalui verifikasi teori sebagai generalisasi empirik, seperti yang dilakukan pada panelitian kuantitatif. Dengan kata lain, penelitian kualitatif bermaksud memahami obyeknya, tetapi tidak untuk membuat generalisasi melainkan membuat ekstrapolasi atas makna di balik obyeknya tersebut. Para peneliti kualitatif mengungkapkan dan menjelaskan kenyataan adanya makna yang menyeluruh dibalik obyek yang ditelitinya, yang terbentuk dari keterhubungan berbagai nilai-nilai kehidupan dan kepercayaan, bukan dari ekstrasi atau turunan dari konteks pengertiannya yang menyeluruh, seperti pernyataan David dan Sutton (2004) berikut ini:

The qualitative researcher is more interested in the fact that meanings come in packages, wholes, ways of life, belief system and so on. Attention to ‘meanings; in this sense is a reference to the ‘holistic’ fabic of interconnected meaning that form a way of life and wich cannot remain meaningful if they are extracted and broken down into separate units outside of their meaningful context (David dan Sutton, 2004, hal. 35).
Untuk mengkaji realita kehidupan secara menyeluruh, tidak dapat dilakukan hanya melalui pengalaman seseorang yang bersifat individual, tetapi harus melalui mempertimbangkan jalinan antar individu anggota kelompok masyarakat yang diteliti. Kehidupan itu sendiri terdiri dari unit-unit, baik individu maupun kelompok yang saling terkait dalam suatu jaringan yang saling mendukung dan melengkapi, sehingga tidak dapat hanya dipandang dari satu sisi saja. Pada dasarnya, untuk menggambarkan kehidupan manusia, kajian penelitian tidak dapat dilakukan dengan memisahkan dan mereduksinya menjadi unit-unit yang saling terpisah, seperti yang dilakukan pada penelitian kuantitatif. Singkatnya, mengkaji kehidupan manusia secara holistik dapat lebih bermakna daripada melihatnya dalam kondisi terpisah-pisah. Hal tersebut seperti dijelaskan dalam pernyataan berikut ini:

Qualitative research claims to describe lifeworlds ‘from the inside out’, from the point of view of the people who participate. By so doing it seeks to contribute to a better understanding of social realities and to draw attention to processes, meaning patterns and structural features. Those remain closed to non-participants, but are also, as a rule, not consciously known by actors caught up in their unquestioned daily routine (Flick, Kardorff, dan Steinke, 2004, hal. 3).
Pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktif yang mempunyai kebebasan berkemauan dan berkehendak, yang perilakunya hanya dapat dipahami dalam konteks budayanya, dan perilakunya yang seringkali tidak didasarkan oleh hukum sebab-akibat seperti yang terdapat pada hukum-hukum alam. berbeda dengan benda yang sekedar dapat bergerak seperti yang diamati dalam penelitian ilmu alam, manusia adalah mahkluk sosial yang dapat bertindak dan berkehendak atas dasar berbagai alasan-alasan humanistik, sehingga seringkali tidak dapat dijelaskan melalui pendekatan yang mekanistik. Karena pada dasarnya manusia tidak sepenuhnya merupakan benda atau mahkluk yang mekanistis, cara-cara mekanistik yang menggunakan pendekatan kuantifikasi tidak tepat digunakan untuk menelitinya.

Untuk mencapai hal tersebut, penelitian kualitatif lebih menekankan pada bahasa atau linguistik sebagai sarana penelitiannya. Sarana bahasa lebih mampu untuk mengungkapkan perasaan, nilai-nilai yang berada dibalik perilaku manusia (Lawson dan Garrod dalam Daivid dan Sutton, 2004). Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikirnya, melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa (Suriasumantri, 2007). Bahasa merupakan cerminan ungkapan perasaan dan nilai-nilai manusia.

Manusia hidup adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya ke dalam bentuk perbuatan dan pengunkapan linguistik, baik lisan maupun tertulis. Tindakan dan ucapan merupakan satu kesatuan yang dibutuhkan untuk merefleksikan perasaan dan pikiran seseorang. Jatidiri manusia pada prinsipnya berkaitan erat dengan fungsi dirinya sebagai pemakai bahasa. Tanpa kemampuan berbahasa yang baik, manusia tidak mampu berpikir dan mengungkapkan hasilnya secara sistematis dan teratur.

Disamping itu, bahasa mencerminkan tradisi, nilai dan budaya masyarakat yang menggunakannya. Makna dibalik bahasa yang digunakan suatu masyarakat mencerminkan konteks budaya dan lingkungannya. Perilaku tindakan dan penggunaan bahasa merupakan satu kesatuan yang membentuk norma-norma yang diciptakan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, melalui sarana bahasa, penelitian kualitatif mampu mengangkat pluralisasi hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan secara lebih mendalam (Flick, 2002). Sarana ukuran atau angka yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif memang bersifat obyektif, solid, tidak terbantahkan dan obyektif, tetapi tidak dapat menggambarkan detail-detail penjelasan perbedaan dalam cara memandang terhadap makna secara mendalam.

Sementara itu, meskipun penggunaan sarana bahasa di dalam penelitian kualitatif dianggap menyebabkan hasil penelitian bersifat subyektif, tetapi biasanya kaya akan detail makna yang berada dibalik tradisi, budaya dan perilaku manusia dan masyarakat yang diteliti. Subyektifitas itu sendiri secara alamiah muncul karena hasil penelitian sangat terkait dengan konteks lingkungan penelitian, sehingga memiliki perbedaan terhadap hasil penelitian yang terdapat di tempat lain.

Agar mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna yang berada dibalik obyek yang diteliti, Denzin dan Lincoln (1994) menyatakan bahwa penelitian kualitatif harus dilaksanakan pada kondisi alami. Guba dan Lincoln (1985) menyebut pendekatan penelitian yang demikian sebagai pendekatan naturalistik. Menurut pendekatan ini, data penelitian harus diperoleh pada kondisi dan situasi yang sebenarnya, atau bukan di laboratorium. Pengamatan pada lingkungan alami akan menunjukkan hubungan antara tindakan dan linguistik digunakan dalam kondisi yang sebenarnya secara alamiah, dengan konteks lingkungan yang mempengaruhinya. Jika pengamatan terhadap tindakan dan bahasa dilakukan dil aboratorium, dapat diibaratkan seperti pengamatan yang dilakukan pada sebuah panggung sandiwara. Observasi penggunaan lingustik pada konteks alamiah yang sebenarnya dapat mengungkapkan fungsi lingustik tidak hanya sebagai alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang, tetapi menggambarkan peran pentingnya di dalam pemanfaatan nilai-nilai budaya dan tradisi di dalam kehidupan masyarakat yang sebenarnya.

Sebagian besar penulis dan peneliti mensyaratkan bahwa pengambilan data penelitian kualitatif harus dilakukan sedekat mungkin, bahkan beberapa metoda penelitian kualitatif, seperti metoda penelitian ethnografi, mensyaratkan penelitinya terlibat langsung di dalam setting yang ditelitinya, seperti yang dijelaskan oleh Patton (2001) berikut ini:
Qualitative research uses a naturalistic approach that seeks to understand phenomena in context-specific settings, such as "real world setting [where] the researcher does not attempt to manipulate the phenomenon of interest" (Patton, 2001, hal. 39)
Oleh karena itu, data penelitian kualitatif tidak hanya berupa kondisi perilaku masyarakat yang diteliti, tetapi juga kondisi dan situasi lingkungan disekitarnya. Untuk mencapai hal tersebut jenis data yang digunakan bervariasi, diantaranya adalah pengalaman personal, introspektif, sejarah kehidupan, hasil wawancara, observasi lapangan, perjalanan sejarah dan hasil pengamantan visual, yang menjelaskan momen-momen dan nilai-nilai rutinitas dan problematik kehidupan setiap individu yang terlibat di dalam penelitian. Lebih jelasnya, perhatikan dua pengertian komprehensif penelitian kualitatif, berikut ini:

Qualitative research is a situated activity that locates the observer in the world. It consists of a set interpretive, material practices transform the world. They turn the world into a series of representations, including filed notes, interviews, conversations, photographs, recordings, and memos to self. This means that qualitative researches study things in their natural settings, attempting to make sense of, or interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them (Denzin and Lincoln, 2005, hal. 3).

Qualitative research is multimethod in focus, involving an interpretive, naturalistic approach to its subject matter. This means that qualitative researchers study things in their natural settings, attempting to make sense of, or interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them. Qualitative research involves the studied use and collection of a variety of empirical materials - case study, personal experience, introspective, life story, interview, observational, historical, interactional, and visual texts - that describe routine and problematic moments and meanings in individuals’ lives. Accordingly, qualitative research deploys wide range of interconnected methods, hoping always to get a better fix on the subject matter at hand (Denzin 1994, hal. 2).

Untuk memenuhi kebutuhan data yang beranekaragam tersebut, penelitian kualitatif menggunakan berbagai metoda pengumpulan data, seperti wawancara individual, wawancara kelompok, penaelitian dokumen dan arsip, serta penelitian lapangan. Antara metoda satu dengan yang lainnya tidak saling terpisah, tetapi saling berkaitan dan saling mendukung untuk menghasilkan data yang sesuai dengan kebutuhan. Data yang diperoleh dari suatu metoda disalingsilangkan dengan data yang diperoleh melalui metoda yang lain, sehingga menghasilkan data yang dapat dipercaya (valid) dan sesuai dengan kenyataan (reliabel).

Untuk menjalankan tuntutan metoda yang demikian, penelitian kualitatif menempatkan manusia sebagai figur terpenting dalam penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantiatif yang menempatkan kuisener, rumus matematika dan statistik sebagai instrumen pengumpulan dan pengolahan data, penelitian kualitatif memposisikan manusia sebagai instrumen utama penelitian. Peneliti sebagai manusia berhubungan langsung dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pengumpulan, analisis dan interpretasi data. Oleh karena itu, realita yang berhasil digali dan ditemukan melalui penelitian kualitatif sering dianggap bersifat subyektif, karena sangat tergantung dari kapasitas dan kredibilitas pihak-pihak yang terkait, baik peneliti maupun partisipan yang terlibat di dalamnya (Golafshani, 2003).

Untuk menghindari temuan yang subyektif, penelitian kualitatif menggunakan bermacam sumber data. Denzin dan Lincoln (2005) menjelaskan bahwa sumber data yang dipergunakan diantaranya adalah catatan lapangan, wawancara, percakapan, foto, rekaman dan berbagai artefak, dokumen atau arsip yang terdapat di lapangan. Setiap sumber data tersebut disalingsilangkan agar data yang diperoleh dapat dipercaya (valid) dan sesuai dengan kebutuhan (reliabel).

Untuk mencapai hal tersebut, metoda yang dipergunakan adalah metoda triangulasi, yaitu metoda yang menggunakan beberapa sumber data untuk mencapai konvergensi data sehingga mencapai data yang valid (Golafshani, 2003). Secara khusus, Lincoln dan Guba (1985), menyebut reabilitas di dalam penelitian kualitatif dipenuhi melalui kredibilitas (credibility) partisipan, konsistensi (consistent) dan transferabilitas (transferability) temuan. Sedangkan validitas dapat dicapai melalui kualitas (quality) data, ketepatan (rigor) dan kejujuran (trustworthiness) pengungkapannya.

Berdasarkan pembahasan di depan, maka secara hakikat keilmuan, karakteristik penelitian kualitatif dapat disimpulkan sebagai berikut:

Secara ontologis
, penelitian kualitatif memandang realita terbentuk dari hakikat manusia sebagai subyek yang mempunyai kebebasan menentukan pilihan berdasarkan sistem makna individu. Oleh karena itu, fenomena sosial, budaya dan tingkah laku manusia tidak cukup dengan merekam hal-hal yang tampak secara nyata, melainkan juga harus mencermati secara keseluruhan dalam totalitas dengan konteksnya. Hal ini perlu dilakukan karena tingkah laku sebagai fakta tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan begitu saja dari konteks yang melatarbelakanginya, serta tidak dapat disederhanakan ke dalam hukum-hukum tunggal yang bebas nilai dan bebas konteks. Subyek penelitian kualitatif adalah tingkah laku manusia sebagai individu yang menjadi anggota masyarakat. Di sini ditekankankan perspektif pandangan sosio-psikologis, yang sasaran utamanya adalah pada individu dengan kepribadiannya dan pada interaksi antara pendapat internal dan eksternal tingkah laku seseorang terhadap latar belakang kehidupan sosialnya. Para peneliti kualitatif meyakini bahwa di dalam masyarakat terdapat keteraturan yang terbentuk secara alami seiring dengan perjalanan sejarah, yang dilatarbelakangi oleh nilai-nilai tertentu. Oleh karena itu, tugas peneliti adalah menemukan kebenaran dibalik keteraturan itu pada umumnya dan khususnya nilai-nilai yang melatarbelakanginya, bukan menciptakan atau membuat sendiri batasan-batasannya berdasarkan teori atau aturan yang ada. Jadi, pada hakikatnya penelitian kualitatif adalah satu kegiatan sistematis untuk melakukan eksplorasi atas teori dari fakta di dunia nyata, bukan untuk menguji teori atau hipotesis. Penelitian kualitatif tetap mengakui fakta empiris sebagai sumber pengetahuan tetapi tidak menggunakan teori yang ada sebagai landasan untuk melakukan verifikasi.

Secara epistemologis
, di dalam penelitian kualitatif, proses penelitian merupakan sesuatu yang lebih penting dibanding dengan hasil yang diperoleh. Karena itu peneliti sebagai instrumen utama pengumpul
data merupakan salah satu karakteristik utama penelitian kualitatif. Hanya dengan keterlibatan peneliti dalam proses pengumpulan datalah hasil penelitian dapat dipertanggungjawakan. Khusus dalam proses analisis dan pengambilan kesimpulan, paradigma kualitatif menggunakan induksi analitis dan ekstrapolasi. Induksi analitis adalah satu pendekatan pengolahan data ke dalam konsep-konsep dan kateori-kategori, jadi bukan dalam bentuk frekuensi. Untuk mencapai hal tersebut, sarana berpikir yang digunakan tidak dalam bentuk numerik, melainkan dalam bentuk deskripsi bahasa, yang ditempuh dengan cara merubah data ke dalam penjelasan-penjelasan yang bersifat formulatif. Sedangkan ekstrapolasi adalah suatu cara pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara simultan pada saat proses induksi analitis dan dilakukan secara bertahap dari satu makna ke makna lainnya, kemudian dirumuskan suatu pernyataan teoritis.

Secara aksiologis
, konsep atau teori yang diperoleh dari proses penelitian kualitatif dapat dimanfaatkan untuk membangun kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan kepada nilai-nilai dasar kehidupan mereka sendiri. Nilai-nilai yang digali melalui interaksi antara peneliti dengan partisipannya dapat menghasilkan teori lokal dan spesifik yang dapat merepresentasikan kehidupan sosial, budaya dan tradisi, yang terkritalisasi melewati sejarah kehidupan individu atau masyarakat yang diteliti. Pemanfaatan nilai-nilai spesifik tentu saja akan sangat sesuai dengan kehidupan individu atau masyarakat yang diteliti. Apabila nilai-nilai yang bersifat lokal dan spesifik tersebut hendak digeneralisasikan dan dimanfaatkan pada lokasi atau kasus yang lain, harus melalui proses khusus yang disebut sebagai transferabilitas. Proses tranferabilitas biasanya dilakukan melalui serangkaian proses dialog teori yang memperbandingkan antara konsep atau teori yang ditemukan dengan teori yang ada dan telah diakui. Melalui proses tersebut, nilai-nilai yang bersifat lokal, spesifik dan kontekstual dapat di dkonfirmasikan terhadap teori-teori general sebagai upaya untuk memberikan ilustrasi kontribusinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaatnya di dalam pembangunan kehidupan masyarakat secara umum.
Sumberhttp://penelitianstudikasus.blogspot.com/2009/03/pengertian-penelitian-kualitatif.html

Jumat, 14 November 2014

Pengertian Etnografi

Pengertian Etnografi

Etnografi Yunani ethnos “rakyat” dan graphia  “tulisan” adalah strategi penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan beberapa cabangsosiologi, juga dikenal sebagai bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari masyarakat, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya, etnogenesis, komposisi, perpindahan tempat tinggal, karakteristik kesejahteraan sosial, juga budaya material dan spiritual mereka. Etnografi sering diterapkan untuk mengumpulkan data empiris tentang masyarakat dan budaya mansia. Pengumpulan data biasanya dilakukan melalui pengamatan partisipan, wawancara, kuesioner.
Ilmu ini bertujuan untuk menjelaskan keadaan masyarakat yang dipelajari (misalnya untuk menjelaskan seseorang, sebuah ethnos) melalui tulisan. Dalam biologi, jenis studi ini disebut "studi lapangan" atau "laporan kasus", keduanya digunakan sebagai sinonim umum untuk "etnografi".


    A.    KAJIAN ETNOGRAFI

1)      Ciri-ciri Etnografi
Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebu­dayaan sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristi­wa kultural, yang menyajikan pandangan hidup subyek sebagai obyek studi. Studi ini akan terkait begaimana subyek berpikir, hidup, dan berperilaku. Tentu saja perlu dipilih peristiwa yang unik yang jarang teramati oleh kebanyakan orang.
Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan kete­rangan atau data yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti etnografi. Peneliti justru lebih banyak belajar dari pemilik kebudayaan, dan sangat respek pada cara mereka belajar tentang budaya. Itulah sebabnya pengamatan terlibat menjadi penting dalam aktivitas penelitian.
Model etnografi cenderung mengarah ke kutub induktif, kon­struktif, transferabilitas, dan subyektif. Kecuali itu, juga lebih mene­kankan idiografik, dengan cara mendeskripsikan budaya dan tradisi yang ada. Etnografi pada dasarnya lebih memanfaatkan teknik pengumpulan data pengamatan berperan serta (partisipant observa­tion). Hal ini sejalan dengan pengertian istilah etnografi yang berasal dari kataethno (bangsa) dan graphy (menguraikan atau menggam­barkan). Etnografi merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati dalam kehidupan sehari-hari.
Etnografi lazimnya bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik, yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material. Dari sini akan terungkap pandangan hidup dari sudut pandang penduduk setempat. Hal ini cukup bisa, dipahami, karena melalui etnografi akan mengangkat keberadaan ‘ senyatanya dari fenomena budaya. Dengan demikian akan ditemukan makna tindakan budaya suatu komunitas yang diekspresikan melalui apa saja.
Ciri-ciri penelitian etnografi adalah analisis data yang dilakukan secara holistik, bukan parsial. Ciri-ciri lain seperti dinyatakan Hutomo (Sudikan, 2001:85-86) antara lain:
a)      sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus memahami gejala empirik (kenyataan) dalam kehidupan sehari-hari
b)      peneliti sendiri merupakan instrumen yang paling penting dalam pengumpulan data
c)      bersifat pemerian (deskripsi), artinya, mencatat secara teliti fenomena budaya yang dilihat, dibaca, lewat apa pun termasuk dokumen resmi, kemudian mengkombinasikan, mengabstrakkan, dan menarik kesimpulan
d)     digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu (shaping), atau studi kasus
e)      analisis bersifat induktif
f)       di lapangan, peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya
g)      data dan informan harus berasal dari tangan pertama;
h)      kebenaran data harus dicek dengan dengan data lain (data lisan dicek dengan data tulis)
i)        orang yang dijadikan subyek penelitian disebut partisipan (buku termasuk partisipan juga), konsultan, serta teman sejawat
j)        titik berat perhatian harus pada pandangan emik, artinya, peneliti harus menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti, dan bukan dari etik
k)      dalam pengumpulan data menggu­nakan purposive sampling dan bukan probabilitas statistic
l)        dapat menggunakan data kualitatif maupun kuantitatif, namun sebagian besar menggunakan kualitatif.
Dari ciri-ciri tersebut, dapat dipahami bahwa etnografi merupa­kan model penelitian budaya yang khas. Etnografi memandang budaya bukan semata-mata sebagai produk, melainkan proses.
Hal ini sejalan dengan konsep Marvin Harris (1992:19) bahwa kebudayaan akan menyangkut nilai, motif, peranan moral etik, dan maknanya sebagai sebuah sistem sosial. Kebudayaan tidak hanya cabang nilai, melainkan merupakan keseluruhan institusi hidup manusia. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan hasil belajar manusia termasuk di dalamnya tingkah laku. Karena itu, menurut Spradley (1997:5) etno­grafi harus menyangkut hakikat kebudayaan, yaitu sebagai pengeta­huan yang diperoleh, yang digunakan orang untuk menginterpreta­sikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Itulah sebabnya etnografi akan mengungkap seluruh tingkah laku sosial budaya melalui deskripsi yang holistik.
2)      Deskripsi Mendalam
Penentuan sampel pada penelitian kualitatif model etnografik, ada lima jenis yaitu:
a)      seleksi sederhana,artinya seleksi hanya menggunakan satu kriteria saja, misalkan kriteria umur atau wilayah subyek
b)      seleksi komprehensif, artinya seleksi bedasarkan kasus, tahap, dan unsur yang relevan
c)      seleksi quota, seleksi apabila populasi besar jumlahnya, untuk itu populasi dijadikan beberapa kelompok misalnya menurut pekerjaan dan jenis kelamin
d)     seleksi menggunakan jaringan, seleksi menggunakan informasi dari salah satu warga pemilik budaya
e)      seleksi dengan perbandingan antarkasus, dilakukan dengan membandingkan kasus-kasus yang ada, sehingga diperoleh ciri-ciri tertentu, misalnya yang teladan, dan memiliki pengalaman khas.
Dari lima cara tersebut, peneliti budaya model etnografi dapat memilih salah satu yang paling relevan dengan fenomena yang dihadapi. Namun demikian, menurut pertimbangan penulis, seleksi
secara komprehensif dipandang lebih akurat dibanding empat kriteria seleksi yang lain. Melalui seleksi secara komprehensif, peneliti akan mampu menentukan langkah yang tepat sejalan dengan apa yang diteliti. Yang lebih penting lagi, jika harus mengambil sampel, sebailrnya dilakukan secara pragmatik dan bukan secara acak. Peneliti perlu tahu konteks masyarakat yang diteliti, tanpa membawa prakonsep atau praduga atau teori yang dimilikinya. Peneliti etnogragi juga perlu mempertimbangkan aspek-aspek lain yang mungkin belum terkover dalam unsur-unsur budaya tersebut. Kecuali itu, peneliti juga perlu menggunakan skala prioritas. Artinya, unsur mana yang menjadi titik perhatian, itulah yang dikemukakan lebih dahulu, sedangkan unsur lain hanya penyerta.
Pelukisan etnografi dilakukan secara tick deskription (deskripsi tebal dan mendalam). Namun demikian, tebal di sini lebih merupakan formulasi ke arah deskripsi yang mendalam, sehingga lukisan lebih berarti, bukan sekedar data yang ditumpuk. Memang etnografi bercirikan kelengkapan data, namun pembahasan juga mengandalkan akal sehat. Peneliti berusaha menangkap sepenuh mungkin informasi budaya menurut perspektif orang yang diteliti. Penelitian etnografi sering diasumsikan sebagai penelitian yang relatif lama, peneliti harus tinggal pada salah satu tempa, beradaptasi, dan seterusnya. Hal ini memang ideal dilakukan, namun masalah waktu sebenarnya sangat relatif.
Bahan-bahan etnografi berasal dari masyarakat yang disusun secara deskriptif. Deskripsi data diharapkan secara menyeluruh, menyangkut berbagai aspek kehidupan untuk meninjau salah satu aspek yang diteliti. Deskripsi dipandang bersifat etnografis apabila mampu melukiskan fenomena budaya selengkap-lengkapnya. Des­kripsi etnografi menurut Koentjaraningrat (1990:333) sudah baku, yaitu meliputi unsur-unsur kebudayaan secara universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian dan sistem religi. Namun demikian, deskripsi semacam ini tidak harus dipenuhi semua. Sebab, ini lebih didasarkan pada unsur kebudayaan secara universal, dan kalau peneliti ingin menyederhanakan pun sebenarnya tidak dilarang. Peneliti boleh saja mengungkapkan sub bab tertentu ayng dipandang spesifik dan langsung pada sasaran. Yang penting deskripsi menyeluruh dapat tercapai.
Penetapan setting model etnografi memerlukan strategi khusus, yaitu:
a)      jadilah praktisi, artinya setting tidak perlu terlalu luas dan terlalu sempit, yang penting mampu mewakili fenomena
b)      upayakan tempat yang asing dari peneliti, hal ini untuk lebih mampu mengambil jarak dalam penelitian, tetapi juga memperhatikan kemudahan masuk tidaknya ke dalam setting
c)      ketiga, jangan terlalu berpegang kaku pada rencana peneliti, rencana bisa berubah setelah di lapangan
d)      pikirkan sejumlah topik yang sulit dijangkau.
Dalam kaitan itu, pelukisan etnografi mengenal dua desain penelitian yaitu:
1.      studi kasus dan
2.      multiple site and subject studies.
Penerapan studi kasus akan mencari keunikan budaya pada wilayah tertentu. Penyimpangan-penyimpangan budaya yang merupa­kan kasus spesial dan menarik, akan menjadi sorotan peneliti. Sedang­kan desain multiple site and subject studies cenderung untuk meneliti budaya dalam skup luas. Peneliti dapat melukiskan budaya tertentu pada berbagai tempat. Dari dua desain demikian, dapat dinyatakan bahwa etnografi adalah salah satu model penelitian budaya yang mengangkat hal-hal khusus. Kekhususan penelitian budaya adalah pada kemampuan memanfaatkan model etnografi sedetail mungkin
3.      Langkah-langkah Etnografer
Sebagai sebuah model, tentu saja etnografi memiliki karakte­ristik dan langkah-langkah tersendiri.Langkah yang dimaksud adalah seperti dikemukakan Spradley (1997) dalam buku Metode Etnografi, sebagai berikut:
1.      Menetapkan informan. Ada lima syarat minimal untuk memilih informan, yaitu:

a)      enkulturasi penuh, artinya mengetahui budaya miliknya dengan baik
b)      keterlibatan langsung, artinya
c)      suasana budaya yang tidak dikenal, biasanya akan semakin menerima tindak budaya sebagaimana adanya, dia tidak akan basa-basi
d)     memiliki waktu yang cukup
e)      non-analitis. Tentu saja, lima syarat ini merupakan idealisme, sehingga kalau peneliti kebetulan hanya mampu memenuhi dua sampai tiga syarat pun juga sah-sah saja. Apalagi, ketika memasuki lapangan, peneliti juga masih menduga­duga siapa yang pantas menjadi informan yang tepat sesuai pene­litiannya.

2.      Melakukan wawancara kepada informan. Sebailrnya dilakukan dengan wawancara yang penuh persahabatan. Pada saat awal wawancara perlu menginformasikan tujuan, penjelasan etno­grafis (meliputi perekaman, model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras). Wawancara hendaknya jangan sampai menimbulkan kecurigaan yang berarti pada informan.
3.      Membuat catatan etnografis. Catatan dapat berupa laporan ringkas, laporan yang diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis atau interpretasi. Catatan ini juga sangat fleksibel, tidak harus menggunakan kertas ini itu atau buku ini itu, melainkan cukup sederhana saja. Yang penting, peneliti bisa mencatat jelas ten­tang identitas informan.
4.      Mengajukan pertanyaan deskriptif. Pertanyaan ini digunakan untuk merefleksikan setempat. Pada saat mengajukan pertanyaan, bisa dimulai dari keprihatinan, penjajagan, kerja sama, dan partispasi. Penjajagan bisa dilakukan dengan prinsip: membuat penjelasan berulang, menegaskan kembali yang dikatakan informan, dan jangan mencari makna melainkan kegunaannya.
5.      Melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis dikaitkan dengan simbol dan makna yang disampaikan informan. Tugas peneliti adalah memberi sandi simbol-simbol budaya serta mengidentifikasikan aturan-aturan penyandian dan mendasari.
6.      Membuat analisis domain. Peneliti membuat istilah pencakup dari apa yang dinyatakan informan. Istilah tersebut seharus­nya memiliki hubungan semantis yang jelas. Contoh domain, cara­cara untuk melakukan pendekatan yang berasal dari pertanyaan: “apa saja cara untuk melakukan pendekatan”.
7.      Mengajukan pertanyaan struktural. Yakni, pertanyaan untuk melengkapi pertanyaan deskriptif. Misalkan, orang tuli menggu­nakan beberapa cara berkomunikasi, apa saja itu?
8.      Membuat analisis taksonomik. Taksonomi adalah upaya pemfokusan pertanyaan yang telah diajukan. Ada lima langkah penting membuat taksonomi, yaitu: (a) pilih sebuah domain analisis taksonomi, misalkan jenis penghuni penjara (tukang peluru, tukang sapu, pemabuk, petugas elevator dll.), (b) identifikasi kerangka substitusi yang tepat untuk analisis, (c) cari subset di antara beberapa istilah tercakup, misalkan kepala tukang kunci: tukang kunci, (d) cari domain yang lebih besar, (f) buatlah taksonomi sementara.
9.      Mengajukan pertanyaan kontras. Kita bisa menga­jukan pertanyaan yang kontras untuk mencari makna yang berbeda, seperti wanita, gadis, perempuan, orang dewasa, simpanan, dan sebagainya.
10.  Analisis komponen sebaiknya dilakukan ketika dan setelah di lapangan. Hal ini untuk menghindari manakala ada hal-hal yang masih perlu ditambah, segera dilakukan wawancara ulang kepada informan.
11.  Kesebelas, menemukan tema-tema budaya. Penentuan tema budaya ini boleh dikatakan merupakan puncak analisis etnografi. Keberhasilan seorang peneltii dalam menciptakan tema budaya, berarti keberhasilan dalam penelitian. Tentu saja, akan lebih baik justru peneliti mampu mengungkap tema-tema yang orisinal, dan bukan tema-tema yang telah banyak dikemukakan peneliti sebelum­nya.
12.  Menulis etnografi. Menulis etnografi sebaiknya dilakukan secara deskriftif, dengan bahasa yang cair dan lancar. Jika kemungkinan harus berceritera tentang suatu fenomena, sebailrnya dilukiskan yang enak dan tidak membosankan pembaca.
Penentuan informan kunci juga penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci dapat ditentukan menurut konsep Benard (1994:166) yaitu orang yang dapat berceritera secara mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan gembira memberikan informasi kepada peneliti. Informan kunci adalah orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan terhormat dan berpengetahuan dalam langkah awal penelitian. Orang semacam ini sangat dibutuhkan bagi peneliti etnografi. Orang tersebut diperlukan untuk membukan jalan (gate keeper) peneliti berhubungan dengan responden, dapat juga berfungsi sebagai pemberi ijin, pemberi data, penyebar ide, dan perantara. Bahkan, akan lebih baik apabila informan kunci mau memperkenalkan peneliti kepada responden, agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Bagi peneliti memang tidak mudah menentukan informan kunci. Karena itu, berbagai hal perlu dipertimbangkan agar jendela dan pintu masuk peneliti semakin terbuka dan peneliti mudah dipercaya oleli responden. Pertimbangan yang harus dilakukan dalam menentukan informan kunci, antara lain:
a)      orang yang bersangkutan memiliki pengalaman pribadi tentang masalah yang diteliti,
b)      usia telah dewasa,
c)      sehat jasmani rohani,
d)     bersikap netral, tidak memiliki kepentingan pribadi, dan
e)      berpengetahuan luas. Pada saat etnografer ke lapangan, mengambil data, mereka akan mendengarkan dan mengamati langsung maupun berperan serta, lalu mengambil keksimpulan. Setiap langkah pengambilan data akan disertai pengam­bilan kesimpulan sementara.
Pemilihan informan kunci ada strategi khusus, antara lain dapat melalui empat macam cara, sebagai berikut:
a)      Secara insidental, artinya peneliti menemui seseorang yang sama sekali belum diketahui pada salah satu wilayah penelitian. Tentu cara semacam ini kurang begitu menguntungkan, tetapi tetap strategis dilakukan. Peneliti bisa menyamar sebagai pembeli atau penjual tertentu ke suatu wilayah. Yang penting, sikap dan perilaku peneliti tidak menimbulkan kecurigaan
b)      Menggunakan modal orang-orang yang telah dikenal sebelumnya. Peneliti berusaha menghubungi beberapa orang, mungkin melalui orang terdekat. Cara ini dipandang lebih efektif, karena peneliti bisa mengemukakan maksudnya lebih leluasa. Melalui orang dekat tersebut, peneliti bisa meyakinkan bahwa penelitiannya akan dihargai
c)      Sistem quota, artinya innforman kunci telah dirumuskan krite­rianya, misalkan ketua organisasi, ketua RT, dukun dan seba­gainya.
d)     Secara snowball, artinya informan kunci dimulai dengan jumlah kecil (satu orang), kemudian atas rekomendasi orang tersebut, informan kunci menjajdi semakin besar sampai jumlah tertentu. Informan akan berkembang terus, sampai memperoleh data jenuh.
Dari cara-cara tersebut, peneliti dapat memilih salah satu yang paling cocok. Pemilihan didasarkan pada aspek kemudahan peneliti
Memasuki setting dan pengumpulan data. Jika cara yang telah ditem­puh gagal, peneliti boleh juga menggunakan cara yang lain sampai diperoleh data yang mantap.
Sumberhttp://aktomisriadi.blogspot.com/2012/07/pengertian-etnografi.html

PONPES SHIDIQIIN WARA` PURWOJATI

Sholawat_Badar-Puput_Novel-TOPGAN

Blogger templates

href="http://www.yayasangurungajiindonesia.com" ' rel='canonical'/>>

Adsendiri

Pasang Iklan Disini

adsend

Pasang Iklan Disini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls