Minggu, 01 Maret 2015

Permendikbud Ekuivalensi Solusi Kekurangan Jam Mengajar Guru

Terbitnya Permendikbud no 4 tahun 2015 tentang Ekuivalensi  telah menajadi solusi atas permasalahan yang menjadi dampak atas terbitnya Permendikbud No.160 tahun 2014 tentang pemberlakukan KTSP 2006 dan K13.  Pemberlakuan K13 dibatasi  pada 6221, sekolah selebihnya kembali ke KTSP 2006 sehingga terdapat guru-guru yang mengajar kurang dari 24 jam pelajaran.
Ekuivalensi berlaku bagi guru SMP/SMA/SMK yang mengajar mata pelajaran (mapel) tertentu antara lain  Bahasa Indonesia,Matematika,Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Ketrampilan Komputer dan lain lain, Peluang ini akan dimanfaatkan oleh sekitar  94.308 guru SMP dan 10.300 guru SMA/SMK.
Menurut Pak Pranata, ada lima jenis kegiatan ekuivalensi atau penyamaan pembelajaran atau pembimbingan yang dapat dipilih guru sesuai kebutuhannya, yaitu guru menjadi wali kelas ekuivalen dengan dua jam pelajaran,membina osis satu jam pelajaran,guru piket satu jam pelajaran, membina ekstrakurikuler seperti kepramukaan,Palang Merah Remaja (PMR),kegiatan ilmiah ,olahraga dan kesenian ekuivalen satu jam pelajaran,serta menjadi tutor Paket A,B,atau. C sesuai dengan alokasi jam pelajaran perminggunya.

JAKARTA- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran/Pembimbingan Bagi Guru yang Bertugas pada SMP/SMA/SMK.
Permendikbud tersebut merupakan solusi bagi guru-guru yang terancam tidak menerima tunjangan sertifikasi akibat berkurangnya jam mengajar, setelah sekolahnya kembali menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
”Disinyalir ada sebagian guru yang tidak bisa mendapatkan SK tunjangan profesi sebagai dampak kebijakan kembali menerapkan KTSP. Untuk itu, kita keluarkan Permen Ekuivalensi,” ujar Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Pendidikan Dasar Ditjen Dikdas, Kemdikbud Sumarna Surapranata.
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada akhir tahun lalu mengeluarkan kebijakan untuk membatalkan penerapan Kurikulum 2013 di sebagian besar sekolah.
Bagi sekolah-sekolah yang harus kembali menerapkan KTSP setelah menerapkan Kurikulum 2013, tentu memiliki dampak terhadap beban mengajar para guru. Dengan kembali ke KTSP, maka sebagian besar guru terancam tidak menerima tunjangan profesi karena tidak memenuhi syarat minimal mengajar tatap muka selama 24 jam seminggu.
19 Ribu Guru
Melalui Permendikbud No 4/2015 itu, guru-guru yang kekurangan jam mengajar bisa tetap terpenuhi dengan melakukan sejumlah kegiatan di luar mengajar tatap muka dalam kelas, yang akan dihitung ekuivalen dengan mengajar. Seperti menjadi wali kelas, menjadi pembina OSIS, menjadi pembina ekstrakulikuler, hingga mengajar, atau menjadi tutor di sekolah paket.
”Tapi kebijakan ini hanya belaku bagi guru-guru yang sekolahnya pernah menerapkan Kurikulum 2013, kemudian ditunda dan kembali menerapkan KTSP,” jelasnya. Akan tetapi, batas ekuivalen tersebut hanya bisa dihitung maksimal 6 jam. ”Jadi, minimal guruguru itu harus bisa mengajar 18 jam. Kemudian sisanya bisa ditambah dari ekuivalen itu,” tambah Pranata. Setiap kegiatan tersebut memiliki bobot masing-masing.
”Untuk wali kelas diakui dua jam, pembina OSIS dihitung satu jam, guru piket diakui satu jam, membina kegiatan ekstrakulikuler diakui dua jam. Guru yang menjadi tutor sekolah paket, kejuruan, dan program pendidikan kesetaraan dihitung sesuai jam mengajarnya. Tapi maksimal enam jam,” katanya. Diungkapkan, ada sekitar 19 ribu guru yang diprediksi akan memanfaatkan kebijakan tersebut.
”Kami sudah menghitung, sebanyak 94.908 guru jenjang SMP kemungkinan akan mengambil kebijakan ini. Guru jenjang SMA sekitar 10.300 guru. Ini hitungan guru negeri dan swasta. Kalau memenuhi ini, maka semua dijamin aman (penuhi syarat 24 jam mengajar),” katanya.(K32- 95)


2 komentar:

Momita mengatakan...

Setelah membaca ulasan Bapak mengenai ekuivalensi kekurangan jam mengajar bagi sekolah yang telah menerapkan K-13 dan kembali ke KTSP dengan begitu memang solusi, namun sekolah ( SMK/SMA)yang terus melajutkan K-13, juga memiliki masalah kekurang jam terutama yang sangat terasa adalah untuk guru mata pelajaran Bahasa Inggris yang tadinya 4 jam/minggu dan setelah K-13 menjadi 2 jam/ perminggu. ditambah lagi guru bahasa inggris di SD yg K-13 terpaksa mencari sekolah SMA atau SMP. Karena itu justru K-13 membuat guru sertifikasi yang mengajar bahasa Inggris terancam untuk tidak dapat tunjangan serifikasi. Semoga Pak Mentri Anis B. memberi solusi juga untuk kami guru SMK mapel bahasa Inggris.

simbah wuri mengatakan...

Paling mudah adalah harus memiliki sertifikat keahlian tertentu yang berkaitan dengan pembelajaran, misalnya sertifikat Kepala Perpus/LAB dll. Bila bagian tersebut sudah ada yang memegang maka jalan keluarnya adalah megikuti pelatihan mapel tertentu minimal 200 jam. Contoh mudah mencari keahlian di bidang mulok lain.

Posting Komentar

Akan bijak bila memberi komentar bukan spam

PONPES SHIDIQIIN WARA` PURWOJATI

Sholawat_Badar-Puput_Novel-TOPGAN

Blogger templates

href="http://www.yayasangurungajiindonesia.com" ' rel='canonical'/>>

Adsendiri

Pasang Iklan Disini

adsend

Pasang Iklan Disini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls