Rabu, 25 Mei 2016

Sejarah Pendidikan Inklusi

Sejarah Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi merupakan konsekuensi lanjut dari kebijakan global Education for All (Pendidikan untuk semua) yang dicanangkan oleh UNESCO 1990. Kebijakan Education for All itu sendiri merupakan upaya untuk mewujudkan hak asasi manusia dalam pendidikan yang dicanangkan dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1949. Konsekuensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak memiliki hak untuk menerima pendidikan yang tidak diskriminatif atas dasar hambatan fisik, etnisitas, agama, bahasa, gender dan kecakapan. Pendidikan inklusi yang di deklarasikan dalam Konferensi Dunia tentang Pendidikan (mereka yang membutuhkan) kebutuhan khusus di Salamanca, Spanyol, 1994 bahwasanya Prinsip mendasar pendidikan inklusi yaitu mengikutsertakan anak berkelainan dikelas regular bersama dengan anak-anak normal lainnya, berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa kecuali[1].
Model pendidikan khusus tertua adalah model segregation yang menempatkan anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya. Dari segi pengelolaan, model segregasi memang menguntungkan, karena mudah bagi guru dan administrator. Namun, dari sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Reynolds dan Birch menyatakan bahwa model segregatif tidak menjamin kesempatan anak berkelainan mengembangkan potensi secara optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa dan yang tidak kalah penting adalah model segregatif relatif mahal.
Kemudian pada pertengahan abad XX muncul model mainstreaming. Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, model mainstreaming memungkinkan berbagai alternative penempatan pendidikan bagi anak berkelainan. Dan model inilah yang saat ini dengan istilah pendidikan inklusi. Menurut Staub dan Peck mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas regular.
Jadi, melalui pandidikan inklusi, anak berkelainan di didik bersamasama anak lainnya (normal), untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Yang mana pendidikan inklusi ini merupakan sekolah yang diperuntukkan bagi semua siswa, tanpa melihat kondisi fisiknya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat keberagaman yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas. Dan keberagaman itu justru akan menjadi kekuatan bagi kita untuk menciptakan suatu dorongan untuk saling menghargai, saling menghormati dan toleransi[2].




[1] PENA, Vol. 6, No. 03, Maret 2008, 6.
[2] Jerome S. Arcaro, Pendidikan Berbasis Mutu (Prinsip-prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 64.

0 komentar:

Posting Komentar

Akan bijak bila memberi komentar bukan spam

PONPES SHIDIQIIN WARA` PURWOJATI

Sholawat_Badar-Puput_Novel-TOPGAN

Blogger templates

href="http://www.yayasangurungajiindonesia.com" ' rel='canonical'/>>

Adsendiri

Pasang Iklan Disini

adsend

Pasang Iklan Disini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls