A. Latar Belakang Masalah
Salah satu dari sekian banyak persoalan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, bila dibandingkan dengan negara lain. Dari data hasil survey PERC ( The Political and Economic Risk Consultancy ) yang bermarkas di Hongkong dan dipublikasikan oleh The Jakarta Post, edisi 3 September 2005, menunjukkan bahwa betapa rendahnya kualitas pendidikan kita saat ini bila dibandingkan dengan negara-negara lain.[1]
Pada dasarnya peningkatan mutu pendidikan sudah sejak lama dibicarakan oleh para pelaku pembangunan di bidang pendidikan, tetapi realitas dan bukti empirik yang kita lihat dilapangan telah menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih dikatakan rendah. Karena itu dapat dikatakan bahwa sampai saat ini titik berat pembangunan pendidikan masih ditekankan pada upaya untuk meningkatkan mutu.
Di Indonesia, lembaga pendidikan sebagai wadah bagi peningkatan mutu sumber daya manusia memiliki banyak ragam. Di antaranya yang dapat ditemukan adalah madrasah. Dalam sejarahnya, menurut Sutrisno[2], maksud didirikannya madrasah pada hakekatnya adalah untuk mengumpulkan kelebihan yang ada pada pesantren dan sekolah umum sekaligus pada satu lembaga bernama madrasah. Sebagaimana diketahui, pesantren memang memiliki kelebihan dalam ilmu-ilmu agama dan sekolah memiliki kelebihan dalam ilmu-ilmu umum. Itulah sebabnya, madrasah diharapkan mampu mensinergikan kedua kelebihan di atas menjadi satu kelebihan yang dapat membuatnya berstandar mutu sejajar atau bahkan lebih tinggi daripada sekolah umum.
Dalam hal peningkatan mutu yang diotonomikan oleh pemerintah pusat terhadap madrasah pada hakekatnya memerlukan terlebih dulu adanya pemahaman akan hakekat dan problematika setiap madrasah yang ada. Karena madrasah selain merupakan model lembaga pendidikan ideal yang menawarkan keseimbangan hidup: iman-taqwa (imtaq) dan ilmu pengetahuan-teknologi (iptek), madrasah juga merupakan lembaga pendidikan berbasis agama yang memiliki akar budaya yang kuat dan kokoh di masyarakat, dengan kata lain madrasah memiliki basis sosial yang mampu membuatnya berdaya tahan luar biasa dalam persaingan global.
Hal di atas dapat dilihat dari perhatian pemerintah di awal kemerdekaan yang sebenarnya sangatlah besar akan keberadaan madrasah. Di antaranya Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKIP) sebagai badan legislatif pada waktu itu menyarankan agar madrasah dan pondok pesantren mendapatkan perhatian dan bantuan material dari pemerintah, karena lembaga ini dianggap sebagai alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dalam masyarakat Indonesia secara umum.[3] Atas dasar itulah selayaknya madrasah memiliki strategi-strategi jitu dalam mempertahankan eksistensinya dalam dunia pendidikan. Seandainya mutu madrasah itu sejajar atau bahkan lebih baik daripada sekolah umum dan pesantren, ada kemungkinan madrasahlah yang akan terlebih dahulu dipilih masyarakaT.[4]
Kembali pada persoalan tentang rendahnya mutu pendidikan yang melanda negeri ini secara makro bila dibandingkan dengan negara-negara lain, ternyata hal tersebut melanda di semua jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Dasar, Menengah dan Perguruan Tinggi, baik yang dikelola Depdiknas maupun Departemen Agama. Dan lebih parah lagi isu yang berkembang di masyarakat bahwa mutu lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh Departemen Agama nilainya berada jauh dibawah mutu lembaga pendidikan di bawah naungan Depdiknas. Dengan kata lain madrasah di pandang sebagai lembaga pendidikan kelas ke dua.
Konsekuensi logis dari upaya peningkatan mutu pendidikan adalah perlunya peningkatan kualitas secara keseluruhan komponen sistem pendidikan, baik yang berupa Human Resources ( Sumber Daya Manusia ) maupun yang berupa Material Resources. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, komponen pendidikan yang berupa Human Resources ( Sumber Daya Manusia ) mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, pimpinan lembaga pendidikan perlu memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan Sumber Daya Manusia yang terlibat didalamnya, bukan hanya guru, Kepala Sekolah dan karyawan tetapi juga siswa-siswa, wali siswa dan masyarakat. Karena hanya dengan kesiapan SDM-lah yang akan mampu membawa lembaga pendidikan tetap survive dan bisa meningkatkan mutu pendidikan.
Karena itulah, agar madrasah dapat mengejar ketertinggalannya, perlu diupayakan langkah-langkah strategis atau kiat-kiat khusus yang dilakukan oleh pengelola madrasah yang dibantu oleh semua pihak, di antaranya dewan guru, karyawan, pemerintah pusat dan daerah, lembaga-lembaga swasta dan jugastakeholders untuk sama-sama berupaya memperbaiki dan meningkatkan mutu madrasah.
Apabila kita mencermati perkembangan dan prestasi madrasah, khususnya Madrasah Aliyah, ternyata isu semacam itu tidak selamanya benar. Terbukti masih ada segelintir madrasah yang mempunyai prestasi dan keunggulan kompetitif serta mampu bersaing dengan lembaga pendidikan sejenis yang berada dibawah naungan Depdiknas.
Sebagai contoh Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora, Dalam perjalanannya sebagai lembaga pendidikan formal swasta, MA Khozinatul Ulum dipercaya sebagai salah satu MA Model[5] atau MA Percontohan untuk wilayah Blora. Faktor yang menjadikan madrasah ini terpilih menjadi MA Model salah satunya adalah dikarenakan letak dan keadaan geografis sekolah yang cukup strategis dan luas hingga memungkinkan terjadinya pembangunan sarana prasarana madrasah yang lebih memadai dari madrasah-madrasah negeri lainnya.[6] Selain itu masalah kenyamanan proses belajar mengajar, MA Khozinatul Ulum juga bisa dikatakan memiliki lingkungan belajar yang cukup strategis dan nyaman, dengan kondisi sarana prasarana madrasah yang ada saat ini dirasakan peneliti sangat nyaman dan mendukung proses pembelajaran yang dilakukan MA Khozinatul Ulum.
Madrasah Aliyah ini juga mempunyai prestasi yang cukup baik di tingkat Kabupaten, dengan menjuarai berbagai kompetisi baik perlombaan yang bersifat umum maupun keagamaan, diantaranya lomba pidato bahasa Inggris, mengarang cerpen, cerdas cermat agama, puisi dan taekwondo[7] Hal ini kemudian memberikan kesan terhadap penyususn bahwa Madrasah Aliyah Khozinatul mempunyai konsistensi dalam menjaga kualitas atau mutu pendidikan sehingga mampu bersaing dengan sekolah-seklah lainnya. Hal inilah antara lain yang melatarbelakangi penyusun untuk mengangkat masalah berkaitan dengan “strategi peningkatan mutu Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora”. Sebagai upaya untuk menawarkan sebuah konsep tentang perubahan, yaitu perubahan yang direncanakan (planned change).[8]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimanakah strategi yang dilakukan Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora dalam meningkatkan mutu pendidikan madrasahnya?
2. Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam di Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora ?
3. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dan pendukung dalam proses peningkatan mutu di Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh dan mengungkap serta menganalisa secara mendalam mengenai strategi yang digunakan oleh Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora dalam upaya meningkatkan mutu madrasahnya.
2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam di Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora
3. Mengetahui sampai sejauh mana Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora mengalami dan berupaya menghadapi segala macam faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan strategi peningkatan mutu madrasahnya.
D. Kegunaan Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan dunia pendidikan secara umum, dan juga bagi peneliti sendiri khususnya. Dan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber atau contoh pertimbangan dalam mencari, merancang dan menerapkan strategi bagi peningkatan mutu madrasah.
E. Kajian Pustaka
Mengkaji tentang strategi peningkatan mutu madrasah bukanlah satu hal yang asing dalam ruang lingkup penelitian dan pengkajian dunia pendidikan. Karena itulah, penulis di sini berupaya untuk menelusuri penelitian-penelitian terdahulu baik yang berkaitan langsung dengan strategi peningkatan mutu madrasah, ataupun yang secara terpisah kata per-kata namun tetap berkaitan dengan penelitian ini.
Pertama, karya Abdurachman.[9] Hasil penelitian ini adalah: 1) Tahapan pelaksanaan Total Quality Management di Madrasah Aliyah Negeri Cilacap pada dasarnya menggunakan sistem bottom-up, transparan (open management) dan akuntabilitas serta memberdayakan seoptimal mungkin para pelaksana pendidikan MAN Cilacap dan bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing dalam rangka untuk meningkatkan mutu layanan serta meningkatkan mutu pendidikan. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah dari mulai proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, training dan pelatihan, serta evaluasi. 2) Upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan melalui spiritualisasi pendidikan. Upayanya dengan meningkatkan mutu guru dan karyawan melalui penugasan untuk mengikuti workshop serta pelatihan dengan bekerjasama antara MAN Cilacap dengan pemerintah baik Departemen Agama maupun Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten. 3) Hasil implementasi Total Quality Management: merespon keinginan-keinginan pelanggan untuk dipenuhi, memperbaiki layanan pada pelanggan, penggunaan biaya yang efisien, mampu mengedepankan “pelayanan” seluruh guru dan karyawan, memberikan layanan yang baik bagi siswanya, masyarakat madrasah, BP3 dan orang tua wali murid serta masyarakat lingkungannya, menciptakan kualitas Sumber Daya Insani. 4) Hambatan-hambatan: masih adanya Sumber Daya Insani yang belum berkualitas, belum optimal fungsi-fungsi manajemennya, visi dan misinya juga belum jelas.
Kedua, karya Mucharom.[10] Penelitian kualitatif ini berusaha menemukan konsep strategi membangun daya saing madrasah di era global dengan pertama-tama melihat terlebih dahulu realitas pendidikan madrasah, problem, tantangan dan prospek madrasah di era global. Hasil penelitiannya adalah: 1) Realitas rendahnya daya saing madrasah yang ditandai dengan kurangnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), manajemen, input-process-output, dan relevansi program madrasah dengan kebutuhan masyarakat global. 2) Madrasah saat ini menghadapi problem dan tantangan internal dan eksternal. 3) Penjelasan tentang strategi membangun daya saing madrasah di era global yakni dengan: a) Meningkatkan kualitas dan sinergitas manajemen Sumber Daya Madrasah; b) Menetapkan core competency madrasah; c) Membangun networking danpartnership dengan pihak lain; d) Membuat program yang excellent and relevance ataulink and match dengan kebutuhan masyarakat; e) Meningkatkan evaluasi diri secara konsisten dan berkelanjutan.
Akhirnya, setelah dilakukan penyelidikan akan beberapa penelitian yang ada, maka penulis menyimpulkan bahwa penelitian skripsi yang berjudul “Strategi Peningkatan Madarasah Aliyah (MA) Khozinatul Ulum Blora” dapat dikatakan memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun perbedaannya terletak pada rumusan masalah yang ingin diteliti dan dianalisa. Begitupun dengan hasil penelitian yang akan dihasilkan dari proses penelitian dan penganalisaan titik awal hingga titik akhir strategi peningkatan mutu Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora. Karena itulah, penelitian ini untuk selanjutnya diharapkan dapat diterima oleh berbagai kalangan disebabkan urgensitas dan orisinalitasnya dalam memberikan masukan yang berharga bagi peningkatan mutu madrasah secara umum.
F. Landasan Teori
1. Strategi Pengertian Peningkatan Mutu
Pada dasarnya, istilah strategi dapat dirumuskan sebagai suatu tindakan penyesuaian untuk mengadakan reaksi terhadap situasi lingkungan tertentu (baru dan khas) yang dapat dianggap penting, di mana tindakan penyesuaian tersebut dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan yang wajar.[11]
Syaiful Sagala[12] mengatakan bahwa strategi merupakan rencana yang komprehensif mengintegrasikan segala resources dan capabilities yang mempunyai tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Gaffar[13] berpengertian bahwa strategi adalah rencana yang mengandung cara komprehensif dan integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat guna memenangkan kompetisi. Strategi juga merupakan instrumen manajemen yang ampuh dan tidak dapat dihindari, tidak hanya untuk survival dan memenangkan persaingan, namun juga untuk tumbuh dan berkembang.
Jauch dan Glueck[14] mengemukakan bahwa strategi diartikan sebagai rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu. Tiga komponen tersebut berkaitan dengan keunggulan strategi perusahaan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perencanaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Disatukan artinya bahwa strategi mengikat semua aspek penting dan menyeluruh, artinya bahwa strategi meliputi semua aspek penting dan terpadu. Strategi diartikan sebagai suatu rencana yang serasi dan saling berkesesuaian antara satu dengan yang lainnya.
Secara bahasa, peningkatan mutu terdiri dari dua kata yaitu peningkatan dan mutu. Kata peningkatan memiliki arti proses, cara, atau perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dan lain-lain).[15] Sedangkan kata mutu artinya kualitas atau (ukuran) baik buruk suatu benda, kadar, taraf/derajat (kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya).[16]
Depnaker[17] mengistilahkan peningkatan mutu sebagai salah satu prasyarat bagi suatu lembaga pendidikan agar dapat memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan. Keberadaan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam tidak terkecuali. Menurutnya, yang lebih penting dalam upaya peningkatan mutu adalah ilmu perilaku manusia (Make People Before Make Product), karena pada intinya, meningkatkan mutu sama artinya dengan membangun manusia seutuhnya.
Konsep peningkatan mutu dalam pendidikan dikelola melalui proses manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) yang merupakan embrio dari manajemen berbasis sekolah (MBS). Dalam MPMBS, konsep peningkatan mutu sekolah selayaknya diprogram dan direncanakan serta dilakukan sendiri secara mandiri oleh sekolah berdasarkan kebutuhan sekolah itu sendiri untuk mencapai keberhasilan.
Peningkatan mutu pada semua jenis dan jenjang pendidikan (dasar, menengah, dan tinggi), pada dasarnya dipusatkan pada tiga faktor utama, yaitu:[18]
a. Kecukupan sumber-sumber pendidikan untuk menunjang proses pendidikan dalam arti kecukupan adalah penyediaan jumlah dan mutu guru serta tenaga kependidikan lainnya; buku teks bagi murid dan perpustakaan; dan sarana serta prasarana belajar.
b. Mutu proses pendidikan itu sendiri, maksudnya adalah kurikulum dan pelaksanaan pengajaran untuk mendorong para siswa belajar lebih efektif.
c. Mutu output dari proses pendidikan, dalam arti keterampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh para siswa.
2. Pendidikan Agama Islam
Paling tidak ada dua makna yang dapat disari dari terminologi Pendidikan Islam.Pertama, pendidikan tentang Islam, kedua pendidikan menurut Islam. Terminologi pertama lebih memandang Islam sebagai subject matter dalam pendidikan, sedangkan terminologi kedua lebih menempatkan Islam sebagai perspektif dalam Pendidikan Islam.[19] Secara jujur harus diakui bahwa Pendidikan Islam selama ini banyak difahami dalam pengertian yang pertama, sehingga konsep Pendidikan Islam lebih berorientasi pada materi, kurikulum dan metode bagaimana seorang guru menyampaikan materi Pendidikan Islam kepada anak didik. Bila Pendidikan Islam difahami dengan pengertian yang pertama, maka proses yang terjadi adalah pengalihan nilai-ilai Islam (Transfer of Islamic values) dari generasi tua kepada generasi muda tanpa harus menciptakan kondisi yang membuat anak didik berfikir kreatif dan progresif.
Bila pengertian Pendidikan Islam difahami dengan konsep kedua, maka tidak akan memandang Islam sebagai seperangkat nilai yang merupakan bagian dari sistem pendidikan, melainkan memandang pendidikan sebagai suatu proses yang menjadi bagian dari sistem kehidupan Islam.[20] Karenanya, berarti Islam bukanlah mata pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik, melainkan Islam lebih merupakan jiwa dari pendidikan itu sendiri, dengan demikian, Islam berarti mempunyai konsep-konsep tentang pendidikan.
Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa Muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.[21] Pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” (opvoeding) kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan “menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan sesuai dengan ajaran Islam maka harus berproses melalui sistem Pendidikan Islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler.[22] Esensi dari potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas) dan pengalamannya.[23] Dan keempat potensi esensial ini menjadi tujan fungsional Pendidikan Islam. Oleh karenanya, dalam strategi Pendidikan Islam, keempat potensi dinamis yang esensial tersebut menjadi titik pusat dari lingkaran proses Pendidikan Islam sampai kepada tercapainya tujuan akhir pendidikan, yaitu manusia dewasa yang Mukmin atau Muslim, Muhsin Mukhlisin.
3. Madrasah
Madrasah dalam bentuknya yang dikenal seperti saat ini secara harfiah berasal dari bahasa Arab yang artinya sama atau setara dengan istilah Indonesia “sekolah”. Namun mnadrasah di sini kemudian lebih mempunyai konotasi yang lebih spesifik, yaitu anak atau peserta didik memperoleh pembelajaran agama khususnya agama Islam. Madrasah inilah yang tadinya disebut pendidikan keagamaan dalam bentk belajar mengaji al-Qur’an, kemudian di tambah dengan pelajaran ibadah, akhlak, tauhid, tafsir, tarikh Islam dan bahasa Arab. Kemudian masuk pula di dalamnya pelajaran umum dan keterampilan. Dari segi jenjang pendidikan mulanya madrasah identik dengan belajar mengaji al-Qur’an, jenjang pengajian kitab tingkat dasar dan pengajian kitab tingkat lanjut, kemudian berubah menjadi jenjang Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.[24]
Walaupun belum diketahui secara mendetail kapan madrasah sebagai istilah untuk jenis pendidikan Islam digunakan di Indoensia, hal ini perlu penelitian lebih lanjut. Namun demikian, madrasah sebagai suatu sistem pendidikan Islam berkelas dan mengajarkan sekaligus ilmu-ilmu kegamaan dan non-keagamaan sedah tampak sejak awal abad XX sebagaimana diuraikan dalam pembahasan sub bab di atas. Dan mskipun sebagaian dari lembaga-lembaga tersebut menggunakan istilah school(sekolah), tetapi dilihat dari sistem pengajarannya dapat dikategorikan sebagai madrasah.[25] Hal ini sebagaimana madrasah yang berkembang di Timur Tengah pada pertengahan abad ke-V H yang telah mengajarkan ilmu-ilmu agama dan umum. Dan sebelum abad ke –XX di Indoensia, tradisi pendidikan Islam di Indonesia belum mengenal konsep madrasah, kecuali pengajian al-Qur’an yang dilakukan di masjid, pesantren dan surau. Dalam sejarah kajian pendidikan Islam di Indoensia, pada umumnya disebutkan peran penting dari madrasah Adabiyah di Padang Panjang, madrasah Diniyah Labai al-Yunusiah di Sumatera, madrasah Nahdatul Ulama di Jawa Timur, madrasah Muhammadiyah di Yogyakarta dan madarasah-madarasah lainnya yang ada di Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan obyeknya, penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research). Yaitu penelitian yang dilakukan langsung ke lokasi penelitian.[26] Dalam bentuk studi kasus (case study) di Madarasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora. Penelitian ini bersifat kualitatif-deskriptif. Dikatakan kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang secara individual ataupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.[27]
2. Objek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada lembaga pendidikan Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora. Ditetapkannya Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora sebagai lokasi penelitian ini tidak dimaksudkan sebagai representasi lembaga pendidikan madrasah yang ada di Indonesia, melainkan sebagai salah satu fenomena. Berangkat dari gambaran satu fenomena ini dirancang untuk dapat mendeskripsikan upaya dan problema yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan agama Islam madrasah yang pada gilirannya dapat menjadi acuan untuk model pengembangan nilai keberagamaan pada lembaga pendidikan madrasah.
3. Metode Penentuan Subjek
Metode penentuan subyek merupakan usaha penentuan sumber data artinya dari mana sumber data diperoleh. Sehingga subyek penelitian dapat berarti orang atau apa saja yang menjadi sumber penelitian.[28] Sumber data berupa manusia dalam penelitian kualitatif disebut informan. Teknik ini dipilih berdasarkan pertimbangan rasional peneliti bahwa informanlah yang memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi atau data sebagaimana diharapkan peneliti.[29]
Secara operasional, penelitian ini membutuhkan metode penentuan subyek yaitu populasi dan teknik sampling :
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.[30] Adapun yang dijadikan subyek penelitian ini adalah para pengelola Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora, diantaranya Kepala madrasah dan para guru
b. Teknik Sampling
Cara pengambilan sampel menggunakan purposive sample. Dalam purposive sample pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.[31] Berdasarkan atas petunjuk Suharsimi Arikunto bahwa “Apabila subyek kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya apabila jumlah subyeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15% atau 15-20% atau lebih”.[32]
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utamanya. Selaku instrumen penelitian, peneliti memainkan peran sebagai instrumen kreatif.[33]
Instrumen dalam penelitian ini tertuju pada peneliti itu sendiri karena peneliti berperan serta secara lengkap dan berperan sebagai pengamat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Lexy J. Moleong bahwa:
“kedudukan peneliti dalam penelitian cukup rumit, ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya.”[34]
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan problematika penelitian, maka diperlukan teknik pengumpulan data. Karena penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu studi yang mendeskripsikan hasil penelitian tidak dalam bentuk kuantitatif, maka berdasarkan ciri-ciri penelitian ini, Irwan Abdullah mengungkapkan empat ciri penelitian kualitatif, yaitu: participant observation, observasi langsung, intensive interview, dan case studies.[35]
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi.[36] Ketiga teknik tersebut digunakan dengan harapan dapat saling melengkapi antar ketiganya.
6. Analisis Data
Data yang telah terkumpul itu kemudian dianalisis melalui metode deskriptif kualitatif yaitu suatu pengambilan kesimpulan terhadap suatu objek, set kondisi, sistem pemikiran, gambaran secara sistematis, faktual serta hubungannya dengan fenomena yang dianalisis.[37] Dengan demikian, analisis ini berprinsip pada logika deduktif yaitu suatu cara menarik kesimpulan dari yang umum ke khusus dan prinsip logika induktif yaitu pola pemikiran yang berangkat dari peristiwa yang khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.[38]
H. Sistematika Pembahasan
Bahasan-bahasan dalam penelitian ini dituangkan dalam lima bab, dimana antara satu bab dengan bab lainnya memiliki keterkaitan logis dan organik.
Bab I berturut-turu memuat uraian, latar belakang dan rumusan masalah yang akan dikaji, uraian pendekatan dan metode penelitian, dimaksudkan sebagai alat yang dipergunakan dalam melakukan penelitian, tujuannya agar dapat menghasilkan suatu penelitian yang lebih akurat. Selanjutnya uraian tentang telaah pustaka dan signifikasi penelitian, dimaksudkan untuk melihat kajian-kajian yang telah ada sebelumnya sekaligus akan nampak orisinalitas kajian penulis yang membedakannya dengan sejumlah penelitian sebelumnya, sedang sistematika pembahasan dimaksudkan untuk melihat rasionalisasi dan interelasi keseluruhan bab dalam skripsi ini.
Bab II. Memuat kerangka konseptual strategi peningkatan mutu madrasah. Bab yang berisi tinjauan mengenai peningkatan mutu madrasah dan tinjauan mengenai strategi dalam manajemen madrasah.
Adapun tinjauan mengenai peningkatan mutu madrasah meliputi: pengertian dan faktor-faktor peningkatan mutu madrasah, urgensi peningkatan mutu madrasah, indikator-indikator mutu madrasah, dan tinjauan standar mutu madrasah. Sedangkan tinjauan mengenai strategi dalam manajemen madrasah meliputi: pengertian dan konsep strategi, unsur-unsur strategi, dan formulasi strategi.
Bab III. Profil Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora. Bab ini terdiri dari gambaran umum Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora dan penyelenggaraan pendidikan Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora.
Adapun gambaran umum Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora terdiri dari: letak dan keadaan geografis, sejarah berdiri dan perkembangannya, tujuan pendidikan, fungsi dan karakteristik pendidikan, rencana stratejik (Renstra) pendidikan, visi dan misi pendidikan, dan kondisi sarana-prasarana. Sedangkan penyelenggaraan pendidikan Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora terdiri dari: struktur organisasi, keadaan tenaga kependidikan, kondisi peserta didik, dan kegiatan pendidikan di Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora.
Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini terdiri dari analisis peningkatan mutu Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora yang memuat peningkatan mutu Mayoga melalui pendekatan sistem; analisis strategi peningkatan mutu Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum Blora yang memuat tentang: formulasi strategi peningkatan mutu dan langkah operasional; dan analisis ketepatan dan objektivitas.
Bab V. Penutup. memuat uraian kesimpulan yang berisi jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah dan saran-saran yang dimaksudkan sebagai rekomendasi untuk kajian lebih lanjut.
[1] Mastuki HS. Dkk. Managemen Pondok Pesantren, ( Jakarta: Diva Pustaka, 2003 ) hlm. 62
[2] Sutrisno, Pemberdayaan Madrasah dalam Menghadapi Era Globalisasi, Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. II No. 1 2005, hlm. 73.
[3] Nurani Soyomukti, Pendidikan Berperspektif Globalisasi (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 107-108.
[4] Tobroni, Percepatan Peningkatan Mutu Madrasah, Artikel Online, Mei 2007,http://re-searchengines.com/drtobroni5-07.html
[5] MAN Model yang dimaksud adalah sebagai lembaga pendidikan yang diproyeksikan untuk menjadi model panutan atau teladan bagi Madrasah Aliyah lainnya.
[6] Wawancara dengan Bapak Drs. Muntasrif selaku Kepala Madrasah Khozinatul Ulum Blora , tanggal 11November 2009.
[7] Wawancara dengan Bapak H. Habib Hilmy satu guru di Madrasah Aliyah Khozinatul Ulum, tanggal 11 November 2009.
[8] Nur Kholis, Kiat Sukses Jadi Praktisi Pendidikan (Jogjakarta: Palem, 2004), hlm. 158.
[9] Abdurachman, Implementasi Total Quality Management (TQM) sebagai Upaya Strategi untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Cilacap, skripsi(Yogyakarta: PPs UIN Sunan Kalijaga, 2005)
[10] Mucharom, Format Madrasah di Era Global (Strategi Membangun Daya Saing Madrasah), skripsi (Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga, 2006)
[11] Faisal Afiff, Strategi Pemasaran (Bandung: Angkasa, 1984), hlm. 9.
[12] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik…, hlm. 137.
[13] M. F. Gaffar, Mebangun Kembali Pendidikan Nasional dengan Fokus: Pembaharuan Manajemen Perguruan Tinggi pada Era Globalisasi, Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V (Surabaya, 2004), hlm. 14. Sebagaimana dikutip oleh Syaiful Sagala, ibid.
[14] Martin Amnillah, Implentasi Perencanaan Strategi Pendidikan Dasar Tahun 2001-2003 Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung (Studi Kasus di SLTP Islam Nadirejo),Tesis, (Yogyakarta: PPs. Universitas Negeri Yogyakarta, 2004.
[15] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia; cet. ke-2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 951.
[16] Ibid., hlm. 604.
[17] Depnaker, Peningkatan Mutu Terpadu, 1986, hlm. 2.
[18] Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan untuk Tahun 2020 Tuntutan Terhadap Kualitas Depdikbud, 1996; Ceramah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III Ujung Pandang, 4-7 Maret 1996.
[19] Mohammad Djazaman, Konsep Pendidikan Islam, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Volume 1, tahun 1991, hlm. 90.
[20] Ibid., hlm. 91.
[21] Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), hlm. 22.
[22] Ibid.
[23] Moh. Fadhil al-Djamali, al-Tarbiyah al Insan al-jadid (Tunisia al-Syghly: Matba’ah al-Ittihad al-‘Aam, 1967), hlm. 85.
[24] Muhammad Kholid Fathoni, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru) (Jakarta: Depag, 2005), hal. 62-63.
[25] Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya., hal. 97.
[26] P. Joko Subagyo, Metodologi Penelitian; Teori dan Praktek (Jakarta: Rhineka Cipta, 1991), hlm. 109.
[27] Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 60.
[28] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 114.
[29] M. Jandra, “Struktur Usulan Penelitian Proposal”, Makalah disampaikan dalam penyajian materi pelatihan tenaga edukatif di lingkungan IAIN Su-ka 11 Juni-11 Agustus , hlm. 6.
[30] Ibid., hal. 115.
[31] Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I (Yogyakarta: Andi, 2001), hal. 82.
[32] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, hal. 120.
[33] Ibid., hlm. 8.
[34] Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 121.
[35] Irwan Abdullah, “Penelitian Kualitatif”, Makalah disampaikan dalam penyajian materi pelatihan tenaga edukatif di lingkungan IAIN Su-Ka 11 Juni-11 Agustus, hlm. 14.
[36] M. Jandra, ibid., hlm. 6.
[37] Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indoneia, 1998), hlm. 63.
[38] Sutrisno Hadi, Metode Research (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), hlm. 42.
0 komentar:
Posting Komentar
Akan bijak bila memberi komentar bukan spam