Pagi itu, alangkah terkejutnya saya ketika seorang Dosen menceritakan suatu hal yang tak pernah saya ketahui sebelumnya. Yaitu tentang akhir hayat Seorang Albert Einstein sang Ilmuan besar yang memilih mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Saya sempat bingung, bagaimana mungkin seorang Ilmuan sekaliber Einstein memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara seperti itu? Apakah yang terjadi pada hidupnya. Dan pertanyaan itupun segera terjawab.
Ternyata ketika Einstein mengetahui jika penemuan besarnya yang berupa atom itu digunakan untuk alat pemusnah missal, jiwanya tergoncang. Einstein merasa dirinya adalah orang yang paling bertanggung jawab akan hal itu. Bahkan ada sebuah riwayat jika seandainya waktu dapat diputar balik, maka dia tidak ingin menjadi seorang Ilmuan, dia tidak ingin menjadi penemu atom tersebut. Hal ini jelas membuktikan sebuah penyesalan mendalam dari seorang Ilmuan besar yang menurut saya masih memiliki hati nurani. Dan akhirnya diapun memutuskan untuk bunuh diri.
Jika melihat cerita singkat diatas, mungkin sangat berlawanan dengan persepsi kita selama ini tentang seorang Albert Einstein. Mungkin selama ini kita beranggapan jika Einstein adalah seorang yang sangat bahagia karena dengan penemuannya dia dipuja umat manusia sepanjang hayatnya, dia pasti bahagia Karena memberikan sumbangsih besar terhadap dunia ilmu pengetahuan dan sebagainya. Hingga kita selalu mengidentikkan Einstein sebagai seorang yang sukses.
Dalam ilmu filsafat, kita mengenal istilah Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Ontologi secara singkatnya adalah mengkaji apa hakikat suatu ilmu tersebut, Epistemologi adalah bagaimana cara mendapatkan ilmu tersebut dan Aksiologi adalah apa manfaat dari ilmu tersebut. Jika melihat kasus Atom, mungkin waktu itu Einstein lupa untuk melihat sisi Aksiologisnya baik secara Etika ataupun Estetika. Meskipun Einstein bukan yang menyalahgunakan penemuannya tersebut. Harusnya Einstein berfikir bagaimana jika penemuannya tersebut digunakan oleh orang yang salah. Orang yang salah disini adalah orang yang tidak memahami tujuan Einstein dalam membuat atom tersebut. Einstein mungkin bertujuan membuat atom tersebut untuk memberikan kemudahan manusia dalam membuhi tujuan kehidupannya. Namun ternyata ada orang lain yang menyalahgunakan penemuannya untuk alat pemusnah missal yang itu sangat bertolak belakang dari tujuan utama Einstein. Padahal Einstein telah mengorbankan berhektar-hektar lahan kebun apel ayahnya untuk eksperimennya.
Hal ini bisa kita ambil pelajaran, jika sebenarnya berkarya saja tidak cukup. Kita harus berfikir tentang manfaat dari karya kita tersebut. Apakah kelak karya tersebut bermanfaat atau merugikan. Selain itu menurut saya sesuatu itu dikatakan bermanfaat jika kita senantiasa mencari restu Alloh Swt dalam setiap karya kita. Cara mencari restu tersebut jelas dengan menyandarkannya pada Alquran dan Al Hadits yang menjadi dua pedoman utama umat Islam. Selain itu kita juga harus peka memahami setiap karya orang lain. Kita harus bisa mengkaji karya tersebut dengan baik. Jangan sampai salah guna.
Seorang pembuat film porno mungkin secara tindakan dia bisa dikatakan telah menelorkan karya. Namun apakah karyanya tersebut bermanfaat? Meskipun proses editing dan sebagainya butuh keahlian tinggi, jelas jika karya semacam itu tidaklah bermanfaat. Begitu halnya seorang penulis cerita-cerita porno, penulisnya jelas memiliki keahlian tinggi dalam hal menulis, namun apakah karya tulisnya tersebut bermanfaat? Kan tidak. Jadi pentingnya disini adalah kita harus senantiasa berfikir apa manfaat kedepan dan kalau bias dalam jangka panjang dari sebuah karya?.
Lalu perancang handphone misalkan. Ketika merancang handphone berfitur kamera atau video pasti mereka bertujuan agar pengguna handphone ini kelak dapat dengan mudah mengabadikan setiap moment yang ada. Seperti ketika jalan-jalan dsb. Namun karena handphone tersebut jatuh pada orang yang salah maka akan digunakan untuk merekan adegan porno dan sebagainya. Jelas disini yang perlu penting untuk ditekankan adalah si pembuat karya dan pengguna karya tersebut.
Lalu bagaimana cara kita untuk menghindari hal-hal yang dapat menyalahgunakan tersebut?
Memang hal ini tidak mudah, manusia dibekali Alloh dengan hawa nafsu yang tinggi.
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.(QS. Yusuf: 53)
jadi sebenarnya nafsu itu bisa dilawan dengan kita memperkuat pondasi iman kita, pondasi akhlak kita. Dan pondasi iman dan akhlak bisa dibangun dengan pemahaman agama yang tinggi. Sebenarnya seorang harus memilki pondasi iman dan akhlak yang tinggi dulu sebelum mengkaji suatu karya. Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallohu’alam
0 komentar:
Posting Komentar
Akan bijak bila memberi komentar bukan spam